Termasuk anak perempuan. Mereka pasti akan punya dan menemukan media untuk berekspresi. Perempuan juga seperti lelaki, punya gairah terhadap sesuatu, ketertarikan terhadap sesuatu, dan sebagainya.
Anak akan menjadi makhluk takberdaya. Padahal, mereka adalah generasi baru, tenaga yang akan menjadi penggerak roda kehidupan keluarga di masa selanjutnya, bukan orang tua juga bukan tetangga.
Jika melihat permasalahan itu, apa yang harus dilakukan pihak anak, terutama anak perempuan?
Sebenarnya, perlu diketahui juga, bahwa permasalahan semacam itu tidak hanya dialami anak perempuan. Anak lelaki juga mengalaminya. Tidak percaya?
Saya adalah salah satu di antara anak lelaki yang bisa dikatakan anomali. Nakalnya tanggung. Tetapi, orang tua tetap menganggap kenakalan anak lelaki adalah bahaya dan patut diawasi.
Itulah mengapa, ketika saya memilih merantau pasca-lulus SMA, cukup membuat orang tua ketar-ketir. Kok bisa?
Sekalipun saya anak lelaki, justru tanggung jawab orang tua untuk mendidik lebih berat. Karena, sudah selazimnya nanti anak lelaki yang akan menjadi kepala keluarga dapat menjadi cerminan pola asuh orang tua.
Ketika seorang ayah bersikap baik kepada anaknya, maka bisa saja ia telah mendapatkan pelajaran berharga kala menjadi anak. Bisa karena dia mendapatkan sikap yang sama dari orang tuanya dulu, atau dia mengevaluasi sikap buruk orang tuanya dulu menjadi versi yang lebih baik untuk sekarang.
Maka dari itu, orang tua terkadang berupaya memberikan segalanya yang terbaik, walau terkadang tanpa disadari sudah cenderung overprotective. Apakah ini hanya untuk anak perempuan?
Sekali lagi, tidak. Anak lelaki juga bisa diperlakukan demikian. Apalagi, kalau sudah punya rekam jejak kenakalan semasa kecil dan remaja, maka ada potensi anak akan mengulanginya bahkan memperbesar takaran kenakalannya.