Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Balap Artikel Utama

Jorge Lorenzo, Gagap Pensiun, dan Kebenaran yang Tidak Selamanya Baik

10 Maret 2021   22:00 Diperbarui: 11 Maret 2021   12:42 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jorge Lorenzo. Gambar: Tuttomotoriweb via Kompas.com

Alasannya sederhana, orang lebih suka melihat kebaikan daripada kebenaran. Itu seperti ketika kita menyukai superhero, sekalipun kita tahu bahwa superhero juga tidak beda jauh dengan villain yang menggunakan kekerasan untuk menumpas kejahatan.

Kita menyukai superhero karena yang dijargonkan superhero adalah kebaikan. Berbeda dengan aparat keamanan yang aksinya lebih tekstual, karena mereka berusaha menaati kebenaran yang ada di dalam hukum.

Inilah yang kemudian juga saya tangkap pada kisruh Lorenzo dengan Crutchlow. Jack Miller dan Aleix Espargaro kemudian muncul bagai superhero yang membawa pesan-pesan kebajikan.

Mereka jelas tidak salah. Hanya saja, mereka "mengeroyok" Lorenzo tanpa tahu bagaimana rasanya pernah menjadi pebalap terbaik. Artinya, komentar mereka juga tidak berbeda jauh dengan Lorenzo yang sama-sama menggunakan pola pikir dan pengalamannya sendiri.

Menurut saya, Miller dan Espargaro dapat bersikap baik seperti itu, karena mereka belum pernah berada di posisi Lorenzo. Sebagai orang yang pernah melihat dirinya berhasil melakukan sesuatu, lalu di kemudian hari gagal dan dianggap pecundang.

Saya tidak hanya menaruh simpati kepada Lorenzo, tetapi juga simpati kepada Crutchlow dan semua pebalap. Karena, mereka sampai kapan pun tetaplah sosok-sosok yang jauh lebih hebat daripada saya yang hanya berani memacu motor dalam kecepatan 80 km/jam di Jalibar Kepanjen--jalan bebas hambatan.

Artinya, ketika saya menilai pebalap, maka parameternya bukan diri saya (itu konyol), melainkan sesama pebalap yang menurut saya relevan--gaya balapnya mirip. Itulah mengapa, saya lebih memilih mengapresiasi mereka dalam sudut pandang penonton, bukan pelaku.

Jadi, kalau kemudian ada sosok yang gagap pensiun seperti Lorenzo, saya juga akan menilainya seperti orang lain yang baru saja pensiun yang terkadang gagap untuk hanya menjadi orang biasa di rumah. Itu yang membuat saya berharap, bahwa Lorenzo bisa belajar mengontrol diri dari peristiwa ini.

Gambaran orang yang cemas di masa pensiun. Gambar: diolah dari Lib.Unnes.ac.id
Gambaran orang yang cemas di masa pensiun. Gambar: diolah dari Lib.Unnes.ac.id
Saran saya, kurangi bermain media sosial, karena itu akan membuat jemari takterkontrol. Atau, fokus saja mengunggah produk-produk yang masih menyeponsori. Termasuk, satu hal yang bisa dipertimbangkan pula, yaitu meninggalkan hal-hal yang berbau dunia balap jika memang tidak ingin kembali di dunia balap.

Salam MotoGP!

Malang, 10 Maret 2021
Deddy Husein S.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Balap Selengkapnya
Lihat Balap Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun