Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bumi Juga untuk Tembakau, Rokok, dan Perokok

11 Januari 2020   08:15 Diperbarui: 11 Januari 2020   13:56 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tanda larangan merokok di Universitas Pamulang, Tangerang Selatan, Banten. | Sumber gambar: Hai.grid.id

Ilustrasi perempuan berhijab yang merokok. | Sumber gambar: Bolehmerokok.com
Ilustrasi perempuan berhijab yang merokok. | Sumber gambar: Bolehmerokok.com
Karena, merokok juga dapat disebut sebagai "teman", selayaknya gadget yang kini menjadi "sahabat" masyarakat zaman now. Begitu pula dengan kepulan asap rokok yang bagi para perokok juga dapat dianggap sebagai teman untuk merenung dan berpikir ataupun untuk berkeluh-kesah -meski hanya lewat dialog di kepala.

Kebebasan di sini juga dapat berupa pemahaman terhadap dirinya sendiri. Karena, manusia memiliki ego atau hak untuk memenuhi apa yang dibutuhkan berdasarkan pemikirannya sendiri. Itulah yang kemudian salah satunya dapat mewujud pada kebiasaan merokok.

Penggambaran ini sama bagi mereka yang memiliki kebiasaan minum minuman beralkohol yang rata-rata dialami oleh masyarakat mancanegara. Hal ini tidak hanya dikarenakan pergaulan bebas, namun juga karena adanya faktor kondisi lingkungan yang dingin yang membuat tubuh butuh asupan hangat. Termasuk juga kebutuhan untuk menenangkan pikiran.

Lagi-lagi itu juga berkaitan dengan pilihan individunya dan sama seperti fakta di Indonesia yang lebih akrab dengan rokok. Bagi masyarakat yang tinggal di pegunungan atau dataran tinggi, tidak sedikit dari mereka yang merupakan perokok dan itu tidak hanya berlaku bagi kaum laki-lakinya, melainkan kaum perempuannya juga.

Lalu, bagaimana kita menanggapi hal itu? Pasti dilema, bukan?

Sama halnya ketika kita melihat kehidupan di negara lain yang memiliki musim dingin (winter). Mereka juga butuh penghangat dalam tubuh yang kemudian dicapai dengan minuman beralkohol. Namun, mereka mengimbangi hal itu dengan kesadaran pada aturan hukum yang salah satunya adalah hukum lalu lintas (lalin).

Yaitu, mengemudi dalam kondisi mabuk adalah pelanggaran berat dan pasti dijatuhi hukuman jika melanggarnya. Namun, untuk menghindarinya, siapapun yang sedang mengonsumsi minuman beralkohol wajib menyewa jasa sopir atau memesan taksi ketika harus berpindah tempat atau pulang.

Salah satu contoh negara yang ketat dalam menerapkan itu adalah Korea Selatan (World.kbs.co.kr), dan masyarakatnya ternyata cukup patuh dengan aturan tersebut. Hal ini sebenarnya juga dapat dicontoh oleh Indonesia yang memang lebih akrab dengan rokok dibandingkan alkohol yang masih sembunyi-sembunyi atau cukup tahu sama tahu.

Masyarakat Indonesia seharusnya mengikuti cara yang dilakukan negara lain dalam menjalani kehidupan bersama masyarakat yang memiliki kebiasaan yang dapat dianggap menyimpang atau salah dalam kacamata kesehatan. Toh, realitasnya sama.

Masyarakat Indonesia diisukan memiliki angka kematian cukup tinggi karena kanker paru-paru ataupun masalah pernapasan. Sedangkan masyarakat manca kebanyakan menerima headline kematian yang disebabkan oleh kecelakaan lalin karena pengemudinya mabuk.

Namun, yang perlu digarisbawahi adalah solusi. Mereka memberikan peraturan dan solusi, dan itulah yang juga dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun