Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ketika Mahasiswa Merasa Berdosa Karena Plastik

10 Mei 2019   15:21 Diperbarui: 10 Mei 2019   15:30 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi sampah plastik. (News.detik.com)


"Sulitnya mahasiswa hindari penggunaan plastik."

Itu yang terbayang sejak lama di dalam pikiran penulis. Karena, biasanya mahasiswa akan  cukup sulit untuk mempraktikan teori kehidupan yang ideal, meski setiap hari dijejali teori-teori hidup yang ideal. Salah satunya adalah hidup dengan meminimalisir penggunaan plastik.

Memang, bukanlah hal yang seratus persen mustahil bagi mahasiswa untuk hidup tanpa penggunaan plastik yang berlebihan. Namun untuk seratus persen hidup tanpa penggunaan plastik sepertinya sangat sulit. Mengapa?

Pertama, makanan cepat saji adalah 'pangkuan' bagi mahasiswa untuk mengisi perutnya. Bukan hanya karena tak bisa masak. Namun, jadwal kuliah dan pengerjaan tugas yang tak mudah, tentunya akan menyita waktu bagi mahasiswa. Belum lagi ditambah dengan adanya kegiatan ekstra. Yaitu, dengan bergabung ke unit kegiatan mahasiswa (UKM). Maka, waktu kosong beberapa menit yang dimiliki akan lebih berharga untuk tidur sejenak daripada masak.

Kedua, kemasan plastik ditemukan di mana-mana, salah satunya di makanan cepat saji. Namun, tidak hanya di makanan cepat saji. Saat membeli telur, beras, gula, dan lainnya, juga akan menggunakan plastik. Memang, sekarang mulai marak penggunaan totebag, namun, apakah semua orang terbiasa menggunakan totebag? Apakah semua barang belanjaan juga dapat dimasukkan ke dalam totebag?

Ketiga, pemikiran tentang penggunaan plastik bekas pakai. Memang, kantong-kantong plastik itu bisa dicuci dan dijemur, namun apakah cara itu akan menjamin kebersihan dari plastik yang sudah terpakai berkali-kali? Kedengarannya ini adalah masalah yang di luar pemikiran banyak orang yang memiliki ide tentang penggunaan plastik bekas yang dapat dibawa ke mana-mana untuk mengurangi penggunaan plastik.

Usaha itu memang layak diapresiasi. Namun, perlu diingat, bahwa produksi plastik akan tetap berjalan, meski konsumsi (penggunaan) plastik berupaya ditekan. Karena, apa yang sudah terjadi dan berlangsung dalam waktu yang lama, akan sulit untuk diubah dengan begitu saja tanpa adanya kesadaran yang terpaksa. Artinya, ketika ada musibah super besar yang disebabkan oleh sampah plastik, maka, pihak pemerintah akan mulai turun tangan dengan mengeluarkan kebijakan---dan masyarakat akan menerapkannya. Namun, jika hal itu belum terjadi, maka, akan cukup mustahil bagi masyarakat termasuk mahasiswa untuk menerapkan pola hidup yang sangat diidamkan tersebut.

Karena, di faktor keempat ini, kita juga harus melihat secara gamblang bahwa masyarakat pada era yang baru akan semakin menyukai gaya hidup praktis. Jika tidak demikian, untuk apa masyarakat terus memperbarui teknologi ataupun fasilitas penunjang, bukan? Salah satu di antara (teknologi) itu semua adalah adanya penyiptaan plastik. Keberadaan plastik jika dirunut pangkal sejarahnya juga merupakan upaya untuk membuat gaya hidup masyarakat semakin praktis.

Hal ini juga berlaku dalam kehidupan mahasiswa. Seperti yang disinggung di poin pertama dan dikaitkan dengan poin kedua, maka, sudah semakin jelas bahwa mahasiswa juga menjadi bagian terbesar di dunia ini dalam menggunakan plastik. Jika tidak demikian, cafe dan resto cepat saji akan gulung tikar, karena mahasiswa tidak ingin beli makanan dan minuman yang terbungkus plastik. Begitu pula dengan keberadaan minimarket yang semakin menjamur. Bahkan di daerah pelosok saja ada minimarket. Maka, apa yang terjadi?

Kehidupan akan tetap berjalan seperti ini. Plastik akan tetap ada dan mahasiswa adalah salah satu pihak yang menjadi bagian dari lingkaran pengguna plastik. Dengan berbagai alasan, tetap saja, kita akan tetap menggunakan plastik. Seminimal apapun tindakan yang ada di dalam kehidupan kita.

Ngomong-ngomong, bukankah perangkat gadget kita kebanyakan juga terbuat dari plastik?
Begitu pula dengan kartu ATM, lemari portabel (bongkar-pasang), keranjang makanan kenduri, dan lain-lain. Uniknya, mahasiswa sangat menyadari bahaya dari plastik. Namun, mahasiswa juga manusia dan bagian dari masyarakat. Mereka juga tidak mampu bergerak sendiri dengan mempraktikkan kehidupan tanpa plastik, meski di dalam hati ingin  menjerit, "Say no to plastic!"

Sungguh menyedihkan, namun itulah yang dirasakan oleh mahasiswa, khususnya penulis. Hehehe....

Malang, 10 Mei 2019
Deddy Husein S.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun