Refleksi Hari Air WALHI NTT
Hari Air Dunia (HAD) diperingati setiap tanggal 22 Maret, pada tahun 2019 mengangkat tema internasional "Leaving No One Behind" yang diadaptasi dalam tema Indonesia "Semua Harus Mendapatkan Akses Air".
Air adalah kehidupan itu sendiri, pemerintah yang tidak mampu menyediakan air atau menjaga ketersedian air adalah pemerintahan yang gagal.Nusa Tenggara Timur selalu dinobatkan menjadi daerah yang kering, tahun ke tahun NTT selalu dihantui gagal tanam akibat dari perubahan iklim dan kerusakan kantong-kantong air akibat aktivitas manusia.
Cadangan Air Tanah (CAT) semakin berkurang dengan begitu meningkatnya aktivitas pertambangan dan sumur bor yang tidak melakukan tinjauan kelayakan daya dukung dan daya tampung lingkungan, selain itu juga terjadi akibat perubahan iklim dan kurangnya pemahaman Adaptasi perubahan iklim menjadi petaka bagi petani karena tidak dimodali pengetahuan kalender tanam dan adaptasi perubahan iklim,  pada tahun  2016 KLHK dari hasil risetnya menyampaikan bahwa dari 22 kabupaten Kota di Nusa Tenggara Timur hanya Kota Kupang dan Kabupaten Malaka yang tidak mengalami kekeringan.
Bersamaan dengan krisis tersebut, tidak dapat disangkal kerusakan ekosistem hutan sebagai fungsi penyangga ekositem makin hari makin mengkhawatirkan, bagaimana tidak, Terdapat 9 (Sembilan) perusahaan tambang yang arealnya terindikasi berada pada kawasan Hutan Konservasi, dengan luas 16.457,88 Ha, dan terdapat 77 (tujuh puluh tujuh) perusahaan tambang yang arealnya terindikasi berada pada kawasan hutan lindung dengan luas 55.949,51 Ha, alih fungsi Kawasan hutan menjadi Kawasan perkebunan monokultur tebu terjadi di Sumba Timur.
Selain kerusakan ekosistem hutan juga terjadi kerusakan Daerah aliran sungai terbesar di Timor Barat, DAS Benanain, yang juga sungai terpanjang di Timor Barat, 30 persen wilayahnya telah menjadi wilayah pertambangan. Padahal, DAS Benanain adalah daerah aliran sungai yang secara nasional mendapatkan prioritas untuk diperbaiki karena bagian hilirnya terus-menerus dilanda banjir dengan kecenderungan yang meningkat belakangan ini.Â
Tetapi, tampaknya upaya ini akan semakin sulit karena di wilayah DAS Benanain terdapat 72 IUP yang mencakup wilayah Kabupaten Belu dan Kabupaten Timor Tengah Utara.
Daerah aliran sungai lain yang juga berpotensi terancam banjir adalah DAS Noemuke, yang memang hanya terdapat 4 wilayah IUP, tetapi mencakup 25 persen dari luas wilayah DAS Noemuke. Wilayah IUP yang terhampar di DAS Noemuke berada pada bagian hulu dan tengah.Â
Curah hujan yang naik pada November--Mei dan intensitas matahari sepanjang tahun membuat tanah yang sudah terbuka mengalami pelapukan dan tererosi dengan cepat. Hal ini berkontribusi pada peningkatan sedimen di daerah hilir. Pada akhirnya, peningkatan sedimen pada sungai dapat mengakibatkan risiko banjir di bagian hilir karena zona aliran sudah tertimbun oleh material sedimen.
Akumulasi krisis di atas menjadi semakin rentan apa bila pemerintah tidak mementingkan daya dukung dan daya tampung lingkungan dalam rencana pembangunan.