Salah satu langkah penting yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia pada masa awal kemerdekaan adalah mengeluarkan mata uang sendiri, yaitu Oeang Republik Indonesia (ORI). ORI pertama kali diedarkan pada 30 Oktober 1946 oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan berlaku sebagai alat pembayaran resmi menggantikan mata uang kolonial Belanda maupun mata uang Jepang yang masih beredar di masyarakat. Kehadiran ORI tidak hanya berfungsi sebagai instrumen ekonomi, tetapi juga sebagai simbol politik yang menunjukkan kedaulatan Republik Indonesia.
Dalam sejarahnya, ORI memiliki peran ganda: di satu sisi sebagai sarana memperlancar kegiatan ekonomi rakyat, dan di sisi lain sebagai simbol perlawanan terhadap dominasi ekonomi Belanda yang berusaha menguasai kembali Indonesia melalui Netherlands Indies Civil Administration (NICA). Pemerintah Indonesia menyadari bahwa keberadaan mata uang nasional merupakan langkah penting untuk menegaskan kedaulatan negara. Oleh karena itu, Menteri Keuangan saat itu, A.A. Maramis, bersama tim perancang, menyusun rencana penerbitan uang sendiri. Proses percetakan dilakukan secara rahasia dan sederhana, mengingat kondisi perang serta keterbatasan fasilitas.
Setelah proklamasi kemerdekaan, masalah ekonomi menjadi salah satu tantangan utama bangsa Indonesia. Pada masa itu, masih beredar beberapa jenis mata uang, seperti gulden Hindia Belanda, mata uang NICA, serta uang Jepang yang jumlahnya sangat besar akibat inflasi di masa pendudukan. Kondisi ini menyebabkan perekonomian kacau dan tidak stabil.
ORI dicetak dengan desain sederhana namun penuh makna. Latar belakang gambarnya berbeda-beda, namun semuanya menampilkan simbol-simbol perjuangan bangsa. Misalnya, ORI dengan nominal 1 rupiah bergambar bintang bersudut lima, lambang semangat persatuan dan cahaya kemerdekaan. Tanggal 30 Oktober 1946 kemudian ditetapkan sebagai hari beredarnya ORI, yang sekaligus menjadi salah satu tonggak penting dalam sejarah ekonomi Indonesia.
Penerbitan ORI memiliki arti yang sangat penting bagi bangsa Indonesia. Pertama, ORI berfungsi sebagai alat pembayaran sah yang memperkuat sistem ekonomi nasional. Kedua, ORI menjadi simbol kedaulatan politik, karena hanya negara berdaulat yang memiliki hak untuk menerbitkan mata uang.
Untuk menjaga kestabilan, pemerintah menetapkan nilai tukar ORI dengan kurs: 1 ORI = 50 gulden Jepang. Dengan ketetapan ini, pemerintah berusaha menarik uang Jepang dari peredaran dan menggantinya dengan ORI. Walaupun pada praktiknya kurs ini sulit diterapkan secara merata di seluruh wilayah Indonesia karena keterbatasan distribusi dan situasi perang, langkah tersebut tetap dianggap sebagai keberhasilan politik ekonomi.
Bahkan, banyak cerita di masyarakat bahwa orang rela menukar berkarung-karung uang Jepang dengan hanya selembar ORI, karena dianggap lebih bernilai secara moral dan politis. Hal ini menunjukkan betapa kuatnya kepercayaan rakyat kepada pemerintah Republik. Selain itu, ORI juga menjadi salah satu alat perjuangan melawan Belanda. Pemerintah Republik Indonesia melarang peredaran uang NICA, sehingga penggunaan ORI dianggap sebagai bentuk dukungan nyata terhadap eksistensi Republik. Masyarakat yang menggunakan ORI berarti turut serta memperkuat kedudukan pemerintah Indonesia.
Meskipun memiliki makna besar, peredaran ORI tidak berjalan mulus. Beberapa kendala yang dihadapi antara lain:
1. Masalah Inflasi : Walaupun ORI diharapkan bisa mengatasi inflasi, kenyataannya peredaran uang masih belum terkendali.
2. Distribusi Terbatas : Karena kondisi perang dan juga terbatasnya fasilitas percetakan, ORI hanya beredar luas di wilayah Jawa dan sebagian Sumatra.
3. Tekanan Politik dan Militer : Belanda melalui NICA berusaha keras menggagalkan peredaran ORI dengan memaksa masyarakat menggunakan gulden NICA.
Hari beredarnya ORI, yaitu 30 Oktober, kini diperingati sebagai Hari Oeang di Indonesia, untuk mengenang peran penting uang nasional dalam perjuangan kemerdekaan. ORI mengajarkan bahwa sebuah bangsa merdeka harus memiliki kedaulatan penuh, termasuk dalam bidang ekonomi. Walaupun ORI hanya beredar dalam waktu singkat sebelum kemudian diganti dengan rupiah yang lebih modern, keberadaannya memiliki nilai historis yang sangat tinggi. ORI bukan sekadar alat transaksi, melainkan simbol kedaulatan bangsa yang baru lahir.
Kehadiran ORI membuktikan bahwa bangsa Indonesia mampu berdiri di atas kaki sendiri, meskipun dalam kondisi serba terbatas. Walaupun hanya beredar sebentar, nilai historis ORI tetap abadi sebagai salah satu tonggak penting dalam perjalanan bangsa. ORI (Oeang Republik Indonesia) adalah salah satu simbol nyata kedaulatan Republik Indonesia pada masa awal kemerdekaan. Diterbitkan pada 30 Oktober 1946, ORI hadir tidak hanya untuk mengatur perekonomian, tetapi juga sebagai alat perjuangan politik melawan dominasi Belanda.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI