Mohon tunggu...
Dea Romadhoni
Dea Romadhoni Mohon Tunggu... Atlet - perempuan

dea romadhoni mahasisiwa stai al anwar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pribadi Kita Pengatur Potensi Semangat

7 Juni 2020   06:45 Diperbarui: 7 Juni 2020   07:10 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kataku, siapa aku ? kalau sampai sekarang aku tak tahu rimbanya diriku mana mungkin orang lain mengenalku kalau bukan hanya seonggok tubuh berpenopang kerangka saja. ketika aku melihat banyak sekali orang yang mengatakan hal serupa seperti yang kukatakan, dunia seolah ambigu. Terkadang seseorang membutuhkan berbagai motivasi yang bisa merubah hidupnya. 

Terkadang seseorang berkata aku dapat bangkit, dapat berlari, dapat ini dan itu karena mendapat suport dari ini dan itu. apakah benar seperti itu? jawaban saya adalah tidak sama sekali. Saya sendiri sering kali menganggap hal-hal semacam itu tumbuh dari luar, tapi kenyataanya ketika saya teliti diri saya sendiri semua itu ada dalam diri saya sendiri. Saya kira semua itu hanyalah ilusi atau fatamorgana yang samar dan bahkan hanya bayangan ketidak pastian saja.

Ketika saya memandang sisi yang mungkin tertutupi dan tak terlupakan. Naluri, entah apa penyebutannya sebenarnya, nurani, naluri atau apa saja penyebutanya. Kita mempunyai sesuatu yang patut untuk dijaga dan dituruti kemauannya. 

Tapi banyak dari kita tidak menyadari hal itu. saya sendiri seringkali, terlalu mengikuti arus dan hembusan-hembusan angin sejuk yang melintas dikepala melalui seluruh indra. 

Padahal belum mengetahui apa yang akan terjadi, tapi kecohan ini sangatlah mujarab. Kita punya hati nurani, yang kata banyak orang hati nurani itu benar dan pasti, jadi ikuti hati nurani. Tapi bukan untuk semua jenis kemauan dikaitkan dengan hati nurani. 

Terkadang memang benar, ketika saya sendiri mengikuti arus, begitu saja menghiraukan hati nurani saya dan melupakannya, jadilah yang tak ingin terjadi.

Tapi disini kita butuh suatu pengorbanan untuk sesuatu yang harus dihormati, diperjuangkan, atau dicintai. Meski ada yang bilang bahwa cinta itu tidak butuh pengorbanan, karena kalau kita berkorban berarti kita merasa ada sesuatu yang berat menyangkut dalam hati. Tapi, kalau sudah cinta itu katanya bukan lagi dikatakan pengorbanan tapi pengiklasan yang benar-benar ikhlas. Pembahasan ngelantur. 

Kembali ke awal tentang pengorbanan dari keinginan hati nurani. Harus berani membuang keegoisan, itu paling dasar. Egois untuk tetap menuruti hati nurani yang memang akan mendorong kita pada kebaikan diri sendiri. Juga melepaskan keinginan hati nurani untuk menjadikan kebaikan dirasakan oleh banyak orang.

Kalau kita ingin tahu siapa kita cukup kita melihat pada cermin dan kita akan tahu siapa kita. Cermin dalam artian luas seluas luasnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun