Pada pertengahan Oktober 2017  Pemerintah  Kota Binjai, Sumatera Utara,  mengeluarkan kebijakan mewajibkan  setiap pasangan calon pengantin melakukan  tes urin untuk mengetahui apakah yang bersangkutan pengguna narkoba atau tidak. Bagi calon pengantin beragama Islam tes urin dilaksanakan di kantor urusan agama, sedang untuk non muslim di kantor kependudukan dan pencatatan sipil.  Tes urin tidak dikenakan  biaya, karena  alat test pack  disediakan  pemerintah secara gratis. Â
Kabarnya Binjai merupakan kota pertama di Indonesia yang menerapkan  ini, bahkan mungkin pertama di dunia.
Tak lama setelah diumumkan,  kewajiban tes urine ini  langsung menuai pro dan kontra,  terutama di media sosial. Yang pro memuji kebijakan ini  akan  menyaring pengguna  narkoba, dan antisipasi  jangan sampai punya suami /istri ternyata  pengguna narkoba. Bisa menyesal nanti.
Yang kontra mengatakan  kewajiban test urine ini melanggar hak asasi manusia karena bisa menyebabkan orang gagal menikah. Ada pula yang khawatir akan menyuburkan kawin siri.
     Saya termasuk ke dalam golongan orang-orang  yang setuju dengan kewajiban tes  urin bagi  calon pengantin.  Sebab  peredaran narkoba saat ini  sudah  sangat luas,   jumlah  pengguna sangat banyak, dari  usia  muda sampai tua. Latar belakangnya pun beragam, ada pelajar mahasiswa, pejabat, hingga aparat penegak hukum. Disisi lain angka perceraian  meningkat  dan  biang kerok penyebabnya adalah suami yang  terlibat kasus narkoba sehingga digugat cerai oleh  istrinya.
     Saya kutip data dari Pengadilan Agama Kelas I-B Lubukpakam Sumatera Utara yang  menangani 2.432 perkara perceraian selama 2016. Dari  jumlah itu ,  ada sebanyak  1.048 kasus perceraian yang berlatar belakang narkoba .
     Kenapa narkoba dapat memicu perceraian? Pertama narkoba dapat mempengaruhi ekonomi keluarga, suami  menjadi malas mencari nafkah atau uangnya habis untuk membeli  sabu.  Kedua narkoba bisa memicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, karena narkoba suami istri kerap bertengkar hingga terjadi pemukulan terhadap pasangan.
     Karena narkoba, kriminalitas meningkat.  Demi untuk beli sabu, apa saja  dicuri  supaya bisa jadi  uang. Mulai dari yang kecil, seperti tabung gas 3 kg, helm,  bahkan pisang mulai matang di kebun diembat  juga.  Kejahatan  lainnya adalah  begal sepeda motor. Para pembegal semakin sadis. Tak cuma mengambil motor, banyak nyawa korban ikut melayang.
     Kewajiban tes urin bagi pasangan yang akan menikah diharapkan  akan mendukung kampanye pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap narkoba (P4GN) yang sedang digaungkan pemerintah. Tujuannya agar  generasi muda menjadi lebih peduli akan masa depannya  dan menolak penyalahgunaan narkoba.  Peran keluarga  juga lebih diperkuat untuk menciptakan karakter  anti narkoba.  Â
     Kewajiban tes urin tidak disertai sanksi  kepada calon pengantin yang  positif narkoba.  Mereka tetap bisa menikah dan pemerintah akan mengeluarkan buku nikah atau akta perkawinannya. Mungkin saja pernikahan dibatalkan, tapi itu sepenuhnya pilihan dari si calon  pengantin dan keluarganya.
     Harapan saya,  kebijakan tes urin untuk calon pengantin  seyogyanya diikuti dengan penanganan terhadap mereka yang positif narkoba, yaitu rehabilitasi untuk  melepaskan diri dari  kecanduan dan menerapkan hidup sehat. Pemerintah juga harus ikut bertanggungjawab terhadap biayanya.