Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Geopolitics Enthusiast

Learn to live, live to learn.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kala Tentara Jadi Satgas PKH di Rimba Demokrasi

12 Agustus 2025   01:15 Diperbarui: 20 Agustus 2025   19:13 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Forest Digest)

Pemerintah baru-baru ini mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan (PKH). Dalam aturan ini, Tentara Nasional Indonesia (TNI) secara resmi dilibatkan dalam Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan. Di permukaan, langkah ini tampak sebagai upaya tegas negara untuk mengatasi masalah serius alih fungsi hutan secara ilegal, terutama oleh korporasi yang rakus mengeksploitasi sumber daya alam.

Namun, di balik wacana penertiban, ada persoalan mendasar yang tak bisa kita abaikan: apakah melibatkan tentara dalam pengelolaan hutan adalah solusi yang tepat? Apakah pendekatan militeristik sesuai dengan semangat demokrasi dan tata kelola sumber daya alam yang berkelanjutan?

Kontradiksi Dengan Semangat Reformasi dan Supremasi Sipil

Setelah Reformasi 1998, Indonesia berkomitmen menghapus dwifungsi TNI yang mengaburkan peran militer dan sipil. Reformasi menginginkan TNI menjadi institusi profesional yang fokus pada pertahanan dan keamanan negara, tidak mencampuri urusan sipil.

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI (yang direvisi pada 2025) menegaskan hal tersebut secara tegas: TNI hanya berwenang di bidang pertahanan dan keamanan, dilarang berpolitik, berbisnis, dan wajib menghormati prinsip hukum serta hak asasi manusia.

Lalu, mengapa dalam hal pengelolaan hutan---yang sejatinya adalah urusan sipil---TNI justru diposisikan sebagai aktor utama? Tidak ada regulasi yang memberi kewenangan formal kepada militer mengurusi kehutanan. Perpres Nomor 5/2025 dan MoU Menteri Kehutanan dengan Panglima TNI pada Februari 2025 ini bukan sekadar kejanggalan administrasi, melainkan juga sebuah pelanggaran terhadap cita-cita reformasi dan supremasi sipil.

Melibatkan tentara secara institusi dalam pengelolaan hutan membuka pintu bagi pendekatan militeristik yang berpotensi represif, tidak transparan, dan jauh dari prinsip-prinsip demokrasi. Ini mengancam ruang sipil untuk berpartisipasi dan mengawasi, dan berpotensi memperkuat kultur komando yang otoriter.

Konflik dan Kekerasan terhadap Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal

Pengelolaan hutan tidak bisa dipisahkan dari masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar kawasan tersebut. Banyak masyarakat adat dan komunitas lokal telah menjadi penjaga hutan secara turun-temurun dengan kearifan lokal yang dalam.

Sayangnya, keterlibatan militer seringkali berujung pada eskalasi konflik dan pelanggaran hak asasi manusia. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat banyak kasus kekerasan yang melibatkan aparat militer, salah satunya adalah insiden di Poco Leok, Nusa Tenggara Timur, pada 2024. Saat aparat gabungan, termasuk TNI, memaksa masuk untuk pengukuran lahan, puluhan warga terluka.

Kondisi ini menunjukkan bahwa konflik lahan bukan semata persoalan hukum yang bisa diselesaikan dengan kekuatan militer. Tumpang tindih regulasi, ketidakjelasan kepemilikan hak ulayat, dan minimnya dialog antara pemerintah dan masyarakat adat adalah akar persoalannya. Pendekatan represif hanya akan memperkeruh situasi, menimbulkan trauma baru, dan memperlebar jurang ketidakpercayaan terhadap negara.

Solusi yang sejati harusnya mengedepankan dialog, penyelesaian hukum yang adil, dan pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat sebagai subjek hukum yang sah dan pemilik hak atas tanah dan hutan.

Transparansi dan Tata Kelola yang Dipertanyakan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun