Alun-Alun Rangkasbitung terletak di Kelurahan Rangkasbitung Barat, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Dibangun pada masa pemerintahan Bupati Raden Tumenggung Adipati Kartanata Nagara (Bupati Sepuh) antara tahun 1849 hingga 1851, alun-alun ini menjadi simbol penting bagi pusat pemerintahan Kabupaten Lebak. Sejak awal, alun-alun berfungsi sebagai ruang terbuka hijau yang dikelilingi oleh berbagai bangunan penting seperti masjid dan kantor bupati, menciptakan tata letak kota yang teratur dan berfungsi sebagai pusat aktivitas masyarakat.
Saat ini, Alun-alun tidak hanya berfungsi sebagai tempat upacara resmi tetapi juga sebagai ruang publik yang digunakan untuk berbagai kegiatan masyarakat, termasuk olahraga dan rekreasi. Keberadaan alun-alun ini mencerminkan nilai sejarah dan budaya yang kaya, menjadikannya sebagai tempat yang ideal untuk berkumpul dan berinteraksi bagi warga setempat.
Tidak jauh dari Alun-alun, terdapat Museum Multatuli, yang terletak di Jl. Alun-Alun Timur No.8 Rangkasbitung Barat, merupakan satu-satunya museum di Kabupaten Lebak yang didirikan untuk mengedukasi masyarakat tentang sejarah anti-kolonial. Museum ini diresmikan pada 11 Februari 2018 dan memiliki peran penting dalam menyebarluaskan informasi mengenai perjuangan melawan kolonialisme yang ditulis oleh Eduard Douwes Dekker dalam bukunya "Max Havelaar", di mana ia menggunakan nama pena Multatuli yang berarti "Aku yang telah banyak menderita" dalam bahasa Latin.
Museum ini menyimpan berbagai artefak dan koleksi yang berkaitan dengan sejarah kolonialisme di Banten, termasuk replika buku Max Havelaar dalam berbagai bahasa dan patung karakter utama dalam novel tersebut, yaitu Saidjah dan Adinda. Selain itu, museum ini juga menyelenggarakan berbagai program edukasi seperti festival seni, kuliah umum, dan tur virtual untuk menarik minat masyarakat terhadap sejarah.
Berdampingan dengan Museum Multatuli adalah Perpustakaan Saidjah dan Adinda, yang dinamai berdasarkan tokoh dalam novel Max Havelaar. Perpustakaan ini berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan literasi masyarakat Lebak dan menyediakan akses informasi bagi pengunjung. Dalam konteks pembangunan infrastruktur dan pendidikan di Kabupaten Lebak yang masih tertinggal, keberadaan perpustakaan ini sangat penting untuk membangkitkan minat baca serta memberikan pengetahuan kepada generasi muda.
Perpustakaan ini tidak hanya menyimpan koleksi buku tetapi juga menjadi tempat belajar bagi siswa-siswa dari berbagai sekolah di sekitar Rangkasbitung. Dengan adanya perpustakaan yang berdekatan dengan museum, diharapkan dapat menciptakan sinergi antara pendidikan formal dan informal serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya sejarah dan literasi di kalangan masyarakat.
Alun-Alun Kota Rangkasbitung, Museum Multatuli, dan Perpustakaan Saidjah Adinda merupakan tiga lokasi penting yang saling melengkapi dalam upaya menjaga dan mengedukasi masyarakat tentang sejarah serta budaya lokal. Ketiga tempat ini tidak hanya berfungsi sebagai ruang publik tetapi juga sebagai sarana pendidikan yang mendukung pengembangan literasi dan kesadaran sejarah di Kabupaten Lebak. Keterkaitan antara ketiga elemen ini menunjukkan betapa pentingnya peran ruang publik dalam membangun identitas budaya suatu daerah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI