Mohon tunggu...
Deana Derawati
Deana Derawati Mohon Tunggu... Penulis - Blog ini membahas seputar politik, sosial, dan gejala-gejala yang terjadi di masyarakat

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengulik Implementasi Pendidikan Gratis di Banten

1 Desember 2020   16:22 Diperbarui: 1 Desember 2020   16:36 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Lidia Christina Agatha

Pendidikan adalah upaya sadar dan terencana untuk membimbing manusia dalam menyesuaikan diri di setiap fase kehidupan. Pendidikan tidak semata-mata hadir untuk melahirkan manusia yang pintar akal, namun juga berkarakter baik. 

Pendidikan merupakan salah satu indikator kualitas penduduk dalam suatu negara.  Melalui sudut pandang politik, pendidikan dilihat sebagai usaha untuk mempersiapkan calon-calon pemimpin bangsa di masa depan. Regenerasi para pemangku kekuasaan yang arif dapat terwujud jika pendidikan berhasil menanamkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila sebagai landasan kehidupan bermasyarakat.

Pendidikan berhak dirasakan oleh warga negara tanpa kecuali. Sebagaimana yang tertulis dalam pasal 31 ayat 1 UUD 1945. Sayangnya, tidak sedikit anak indonesia yang harus putus sekolah. Dikutip dari laman medcom.id, PPN/Bappenas menyatakan 4,3 juta siswa indonesia putus sekolah di tahun 2019. Indikasi utama dari putus sekolah ini adalah kemampuan ekonomi keluarga. Perekonomian yang kurang baik mendorong anak-anak untuk bekerja dan menghasilkan uang. Padahal menempuh pendidikan adalah salah satu cara untuk bangkit dari keterpurukan ekonomi di kemudian hari.

Pada 12 Mei 2017, Wahidin Halim dan Andika Hazrumy resmi menjadi penguasa tertinggi di Banten. Sektor pendidikan tidak luput dari perhatian mereka. Terbukti dari langkah  pertamanya yaitu realisasi janji pendidikan gratis yang tercantum dalam Peraturan Gubernur Provinsi Banten Nomor 31 Tahun 2018. Program ini menandai pijakan baru dalam perjalanan pendidikan di Banten dan seakan menjadi pengharapan yang baru pula untuk pendidik dan pelajar. Wahidin mengakui, program ini adalah cita-citanya bersama Andika. Pendidikan gratis bukan sesuatu yang bisa ditawar lagi. Selain itu, ia mengungkapkan bahwa pendidikan gratis adalah bentuk kehadiran negara dan tidak disangkut pautkan dengan urusan politik.

Namun implementasi janji politik ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Menurut undang-undang, dana pendidikan gratis diberikan selama 12 bulan setiap tahunnya, yang disalurkan secara periodik setiap tiga bulan. 

Namun menurut pengamat politik, Ikhsan Ahmad, Bosda tidak ada ditahun 2017, 2018 dan 2020. Tahun 2019, Bosda direalisasikan sekitar 4 juta rupiah persiswa dengan dugaan dana turun karena desakan sekolah-sekolah. Menurut salah satu guru sekolah menengah atas di Banten, anggaran pendidikan gratis biasanya turun di awal tahun namun tidak pernah tepat waktu.

Dalam pasal satu ayat tujuh, disebutkan bahwa pendidikan gratis didanai oleh Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang bersumber dari APBD dengan program PMU  yang dananya bersumber dari APBN. Dengan kata lain, pembiayaan pendidikan gratis hanya bergantung dari pemerintah pusat. Istilah gratis disini menjadi pemindahan beban pembiayaan beban pendidikan yang sebelumnya ditanggung orang tua menjadi tanggungan pemerintah. Dan seperti namanya yaitu bantuan, sifat pendanaan ini hanya membantu dan tidak mencakup semua.

Dana yang telat atau bahkan tidak turun diperburuk dengan kenyataan dana pemerintah dianggap tidak cukup untuk mewujudkan kegiatan belajar dan mengajar yang optimal dan layak, terutama untuk pengembangan mutu, pengembangan kurikulum dan pengembangan diri. Padahal, dalam pergub pendidikan gratis ini, pendidikan gratis harus menjadi sarana penting untuk perluasan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan. Salah satu keluhan yang timbul adalah pembangunan yang terhambat karena dana dari pemerintah sudah terbagi-bagi atau biasa disebut rapel. 

Saat ini, dukungan dana Bosnas dari Pemerintah Pusat untuk SMA, sekitar 1,5 Juta dan SMK, sekitar 1,6 juta per siswa dinilai jauh dari cukup mengingat adanya kebutuhan listrik, internet, gaji guru dan staff non ASN serta operasional sekolah. Apabila mengharapkan sokongan dana APBD semata, rasanya sama saja dengan mengabaikan kebutuhan dana untuk mengentaskan berbagai permasalahan lain seperti di sektor kesehatan, disabilitas, pembangunan dan lain-lain.

Salah satu yang tidak luput dari perhatian adalah ketetapan pemungutan dana dari masyarakat. Peran serta masyarakat diatur dalam pasal 32. Di satu sisi, sekolah khawatir dianggap pungli karena meminta dana, namun disisi lain bingung karena pembiayaan pendidikan gratis yang bergantung dari pemerintah pusat tidaklah cukup. Belum lagi BOS dari pemerintah daerah sering terlambat. Padahal, kita menyadari bahwa pendidikan yang berkualitas juga didukung dana yang mumpuni. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun