Â
Salam hangat kompasiana.
Dalam dunia pendidikan, Indonesia bisa dikatakan sebagai Negara dengan pendidikan yang terburuk pada abad 21, bahkan diskriminasi terjadi bukan hanya pada siswa dan kurikulum tetapi terjadi diskriminasi yang sangat komferhensif pada pengajar. Bangsa ini telah hancur dari sejak dahulu akibat manusia-manusia yang tidak mengerti serta tidak menghargai pendidikan itu sendiri.
Dalam pandangan saya, ada 3 hal yang membuat pendidikan Indonesia menjadi pendidikan yang membodohkan bangsa, saya jamin pada saat Indonesia merdeka setelah 100 tahun Indonesia tetap saja mewarisi kebodohan dalam pendidikan walaupun anak ber-IQ tinggi sekalipun lahir di Indonesia maka tetap saja bodoh akibat dari implementasi pendidikan yang aneh, lingkungannya yang aneh serta fasilitas yang tidak bermutu maka hasilnya tetap bodoh dan tak berguna (kecuali lewat jalur belakang, korupsi, kolusi dan nepotisme bisa jadi ‘orang’, walau orang bodoh sekalipun)
 [caption caption="pendidikan yang tidak adil"][/caption]
Disikriminasi Siswa
Sejak Indonesia ini merdeka, pembangunan hanya difokuskan pada pulau jawa, akibatnya fasilitas yang berada diluar Jawa seperti Papua, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara dan Bali** sebagai fasilitas yang tidak manusiawi, maka tidak heran jika peringkat tertinggi kelulusan dari berbagai institusi pendidikan selalu berada di pulau Jawa, sedangkan peringkat paling bontot selalu dipegang oleh provinsi Nusa Tenggara Timur atau yang berada dipulau jawa. Dengan demikian, apa siswa di NTT adalah kelompok anak bodoh?, jawabnya adalah iya, mereka telah dibodohkan oleh keserakahan ‘maniak anti-pendidikan’ yang selalu merongrong anggaran dana BOS dan tidak peduli akan perkembangan pendidikan, maka sangat wajarlah jika akhirnya kaum terpingirkan ini menjadi penonton yang bodoh.
Diskriminasi Kurikulum
Coba anda tanyakan kepada Guru, Dosen, Dinas Pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bahkan kepada Presiden sekalipun, sudah berapa kali Negara ini merevisi kurikulum pendidikan? Apa yang didapatkan dari hasil revisi tersebut? Saya hanya bisa katakan hasil yang didapatkan adalah NOL BESAR ( 0 ), bagaimana tidak mendapatkan nol besar, saat kementerian mengimplementasikan kurikulum baru yang dianggapnya sesuai dengan perkembangan zaman dan menjawab tantangan di era-globalisasi maka secara langsung dan frontal maka kementerian melakukan kebijakan DISKRIMINASI KURIKULUM, diskriminasi ini terjadi karena tidak meratanya fasilitas yang ada di seluruh Indonesia, akibatnya adalah tingkat pengetahuan yang menggunakan medium dalam materi menjadi terhambat dan pemaksaan materi yang harus sesuai diberbagai daerah, tidak peduli siswa itu berada di Jakarta ataupun di Sorong sekalipun sehingga akhir dari diskriminasi kurikulum ini adalah pembodohan intelektual dan pembodohan sumber daya manusia di Sorong atau daerah lainnya**
Diskriminasi Pengajar
Perusak dunia pendidikan selanjutnya adalah diskriminasi pengajar, jika anda melihat judul yang saya buat diatas maka masyarakat tidak boleh protes sedikitpun kepada sekolah*, sebab keberadaan guru honorer merupakan masalah terbesar dari adanya punggutan tersebut, analogi sederhannya adalah guru honorer siap yang mengaji mereka? Apa pemerintah? saat guru honorer berada di sekolah saya menjamin bahwa Negara tidak berada di belakang mereka, tidak ada kesejahteraan, tidak ada jaminan hidup, tidak ada gaji dari Negara, saya tegaskan, bahwa dengan punggutan tiap bulan maka guru honorer ada yang mengaji mereka. Jadi jika anda protes uang ‘pokok sekolah’ atau kasarnya punggutan oleh sekolah maka anda sebagai masyarakat harus mengusir guru honorer tersebut dengan konsekuensinya adalah sekolah akan kekurangan guru, berbeda dengan guru yang sudah berstatus PNS maka mereka tidak memerlukan punggutan kecuali jika mereka mengambil hak-hak dari siswa secara tidak adil dan benar maka layak sekolah itu di diskrimiasikan oleh masyrakat.