Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Rekomendasi Bukan Fatwa, Tak Punya Konsekuensi Hukum

30 Juli 2018   20:06 Diperbarui: 30 Juli 2018   20:28 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Yang sedang hangat dan viral terutama di sosial media baik facebook,twitter,instagram,wa maupun youtube adalah kontent tentang rekomendasi ijtima ulama GNPF dan Tokoh Nasional tertentu terkait dengan masalah calon presiden dan calon wakil presiden, capres dan cawapres untuk pilpres tahun 2019 mendatang. Karena dalam judul melibatkan kosa kata ijtima dan ulama, tidak heran jika masyarakat terutama kaum muslimin menangkapnya sebagai sesuatu yang terkait dengan agama, karena masyarakat menangkap rancu seolah-olah rekomendasi itu sebagai fatwa. Tulisan pendek ini akan mengupas serba sedikit masalah tersebut. 

Ijtimak (berasal dari Bahasa Arab) merupakan Istilah dalam ilmu Falak yang disebut juga  konjungsi geosentris, adalah peristiwa di mana Bumi dan Bulan berada di posisi bujur langit yang sama, jika diamati dari Bumi. Ijtimak terjadi setiap 29,531 hari sekali, atau disebut pula satu bulan sinodik. Pada saat sekitar ijtimak, Bulan tidak dapat terlihat dari bumi, karena permukaan bulan yang tampak dari Bumi tidak mendapatkan sinar matahari, sehingga dikenal istilah Bulan Baru. Pada petang pertama kali setelah ijtimak, Bulan terbenam sesaat sesudah terbenamnya matahari.

Ijtima dalam kontek sosial secara sederhana diartikan sebagai "berkumpul", meeting atau pertemuan. Dengan demikian maka "ijtima Ulama GNPF dan Tokoh Nasional dapat diartikan 'bertemunya", meeting, ulama GNPF dan "tokoh nasional" tsrtentu, yang kita tahu menghasilkan rekomendasi. Dalam konteks pilpres, sudah barang tentu rekomendasi ditujukan pada sekelompok partai tertentu untuk mengusung kandidat yang diusulkan dari hasil ijtima tersebut. Bukan fatwa ulama secara umum yang dikeluarkan untuk kepentingan umat.

Untuk kepentingan tertentu, bisa saja Ijtima ini "digoreng" dan disamar kan seolah olah sebagai Ijma, yang memang bagi telinga awam agak "mirip mirip" padahal  Ijmak atau Ijma' (Arab:) adalah kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis dalam suatu perkara yang terjadi. Sehingga dapat ditentukan posisinya, wajib,haram,sunah, makrih atau mubah sebagaimana kita kenal selama ini.

Dalam konteks  "ijtima Ulama GNPF dan Tokoh Nasional", atau tepatnya "pertemuan figur atau oknum  tertentu" menghadapi pilpres 2019, bukanlah "Ijma" yang dihasilkan, sehingga memang kurang relevan jika dikorek dasar Al Qur'an dan Hadits nya, dan hasilnya tentu bukan produk "syariat" yang harus memenuhi tuntutan Al Qur'an dan Hadis. Rekomendasi yang dihasilkan pun sudah barang tentu dapat disesuaikan dengan kepentingan figur atau oknum yang berkumpul, bahkan bisa saja nengerucut sesuai  keinginan penyandang dana yang digunakan untuk perheoatan tersebut. 

Oleh karena itu, kaum muslimin jangan sampai terjebak menyikapi hasil rekomendasi Pertemuan itu seakan sebagai "fatwa ulama" yang kita kenal selama ini, sebagai fatwa para pewaris nabi, meskipun untuk kepentingan kelompok tertentu, dapat saja "hasil rekonendasi" itu "digoreng" seakan akan sebuah fatwa, yang bermuatan hukum halal haram, kafir, mu'min atau munafik.

Melalui status Facebook pada awal tahun politik ini penulis sudah sampaikan, sesuai dengan keyakinan penulis, bahwa untuk NKRI Berkah memang diperlukan  kepemimpinan Muttaqin, oleh karena itu, kriteria penentunya adalah indikator indikator ketakwaan yang dapat penulis amati. Dalam kontek pilpres, maka  jika calonnya hanya Jokowi dan Prabowo, penulis memilih Jokowi, sebab dalam pengamatan penulis, Ketakwaan Jokowi lebih jelas dibanding Prabowo. Apalagi didukung oleh pernyataan orang yang dekat dengan Prabowo, Shohibul Iman bahwa Prabowo bukan muslim  yang taat. 

Sudah barang tentu Sikap anda dapat saja berbeda, yang jelas pertanggung jawaban kita di hadapan Marhamah ilahi nantinya ditanggung sendiri sendiri. Wallahu 'alam bishowab.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun