Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pribumi dan Non Pribumi dalam Pandangan Penulis

18 Oktober 2017   07:49 Diperbarui: 18 Oktober 2017   18:02 9947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di seluruh dunia berlaku bahwa yang menguasai suatu negara adalah pribumi dan menjadi kewajaran si seantero dunia dilarang non pribumi menguasai pribumi," Dengan demikian, dimanapun kata pribumi dan non pribumi faktual adanya. Pelarangan kata itu, tentu terkait dengan maksud besar non pribumi untuk menguasai sebuah negara.

Di Indonesia, pasca reformasi, pelarangan penggunaan kata pribumi dan pribumi teruang dalam Instruksi Presiden Nomor 26 tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Nonpribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan. Dalam Ingub tersebut, penggunaan istilah pribumi dihentikan dalam semua kegiatan penyelenggaraan pemerintah. Hal itu kemudian diperkuat dengan hadirnya UU No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis," Hal itu tentu terkait dengan amanah UUD 1945 hasil amandemen.

Diantara hasil amandemen adalah masalah presiden. Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 sebelum di amandemen tersebut berbunyi "Presiden ialah orang Indonesia asli" setelah diamandemen ketiga UUD 1945 syarat orang Indonesia asli bagi calon Presiden RI dihapuskan dan diganti menjadi cukup seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya. Dengan demikian sejak perubahan ketiga UUD 1945 tersebut telah dibuka pintu selebar-lebarnya bagi siapapun yang hendak mencalonkan diri sebagai calon Presiden dan calon Wakil Presiden, yang penting sang calon adalah seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya, tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani.

Terkait dengan penduduk Indonesia, peraturan yang ada dan lembaga yang mengurus/menanganinya yang berlaku dan dipahami orang sejak zaman Hindia Belanda adalah peraturan dalam Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling) yang membagi penduduk Indonesia (Hindia Belanda) dalam tiga golongan, yakni Golongan Eropa, Golongan Timur Asing (terutama Tionghoa dan Arab) dan Golongan "Inlander" atau pribumi atau "orang Indonesia asli" yang pada umumnya beragama Islam dan sebagian menganut agama Hindu, Buddha dan lainnya.

Dilihat dari tingkat ekonomi ketiga golongan ini jelas, golongan Eropa paling makmur, gol Timur Asing lumayan kaya. Golongan Inlander atau pribumi adalah yang paling miskin di antara semua. Maka tak heran, jika golongan Inlander inilah yg ngotot ingin merdeka karena ketidakadilan dan diskriminasi yang mereka alami di zaman penjajahan. Dengan latar belakang sejarah ketatanegaraan itu, kita dapat memahami maksud kata-kata dalam draf UUD 45 yang pasal 6 ayat (1) mengatakan "Presiden Indonesia adalah orang Indonesia asli dan beragama Islam". n

Dengan demikian maka  Pribumi dan  non Pribumi  di Indonesia adalah fakta sejarah, meski istilah Pribumi dan non pribuni dilarang pasca reformasi,  tetapi kita tidak  menutup mana kalau faktanya  praktik diskriminasi terus dilaksanakan. Inlander yang miskin, digusur, dipinggirkan dan dizalimi faktual adanya. Di Jakarta siapa yang menggusur, dan siapa yang menghuni bangunan-bangunan mewah yang dibangun di atas tanah gusuran sangat nyata bisa kita tengerai.

Terkait dengan kewajaran di dunia, dan melihat fakta yany ada, penulis memahami mengapa pada  saat penyusunan konstitusi dasar  terutama terkait dengan masalah  presiden para pendiri bangsa menghsuskan untuk WNI Asli (pribumi) meskipun untuk hak hak warga negara lainnya sama. Jangan dibalik pasal untuk warganegara dikenakan untuk mengubah pasal pasal tentang presiden. Betapa strategysnya nilai kepemimpinan (parlrmen atau presiden) tetksit dengan pelaksanaan kedaulatan nyegara, maka dalam struktur konstitusi 1945 ada di bab bab awal setelah bab tentang negara.

Namun demikian dengan alasan persatuan perjuangan sebagaimana dihapuskannya kata "beragama Islam", penulis melihat bahwa "indonesia asli" dalam pasal nitu tidak mengcopy paste pengertia inlander  sebagaimana dalam peraturan  Pasal 163 IS (Indische Staatsregeling), namun lebih mengarah pada teman seiring seperjuangan dalam mengusir kolonial Belanda. Dengan demikian Indonesia Asli yang dirumuskan oleh para founding fathers adalah  etnik etnik nusantara dan Keturunan Arab yang faktanya menyatu dengan pribumi sejak awal dalam kehidupan berabada-abad sejak abad ke tujuh maupun perjuangan mencapai kemerdekaan,  berbeda dengan warga timur asing lainnya.

Oleh karena itu ketika apa yang telah amandemen ternyata tidak sesuai kewajaran dunia dengan  akibat yang kita rasakan sangat merugikan mayoritas, dimana terjadi penguasaan atas mayoritas yang pribumi, maka harus segera diluruskan kembali, meposisikan kaum pribumi untuk tidak dikuasai oleh non pribumi,  tentu  melalui perjuangan konstitusi. Karena faktanya pribumi  diposisikan sebagai warga no 3 yang digusur, dipinggirkan dizalimi, padahal pribumi  adalah pewaris syah nusantara maka kita harus berjuang untuk beramanah terhadap cita cita para pendiri bangsa. 

Dalam konteks inilah ungkapan "pribumi dan non pribumi" dari seorang Anies Baswedan dapat dipandang sebagai motivasi patriotisme, untuk kembali pada UUD 1945 yang asli, yang disusun oleh para founding fathers yang mengetahui persi siapa dan untuk apa Indonesia ini didirikan dan diperjuangkan kemerdekaannya.Penulis  sangat memahami dalam diri Anies Baswedan bersemayam jiwa perjuangan kemerdekasn Indonesia, sebagaimana leluhurnya yang memposisikan sebagi pribumi dan dimahfumi oleh para pendiri bangsa.

Apalagi faktanya, Anies Badwedan adalah gubermur yang kemenangannya betul betul bertumpu pada kekuatan perjuangan umat, kaum pribumi yang dianggap kelas 3 jakarta  hingga harus digusur, diusir dan disingkirkan oleh kolonialisme baru, para pemilik modal yang persenjataannya adalah uang dan uang yang tentunya mengusung calon lain.
Merdeka !

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun