Mohon tunggu...
Darwono Guru Kita
Darwono Guru Kita Mohon Tunggu... profesional -

**************************************** \r\n DARWONO, ALUMNI PONDOK PESANTREN BUDI MULIA , FKH UGM, MANTAN AKTIVIS HMI, LEMBAGA DAKWAH KAMPUS JAMA'AH SHALAHUDDIN UGM, KPMDB, KAPPEMAJA dll *****************************************\r\n\r\n\r\n\r\n\r\nPemikiran di www.theholisticleadership.blogspot.com\r\n\r\nJejak aktivitas di youtube.com/doitsoteam. \r\n\r\n\r\n*****************************************\r\n\r\nSaat ini bekerja sebagai Pendidik, Penulis, Motivator/Trainer Nasional dan relawan Pengembangan Masyarakat serta Penggerak Penyembuhan Terpadu dan Cerdas Politik Untuk Indonesia Lebih baik\r\n*****************************************

Selanjutnya

Tutup

Politik

Makna Kekinian Penegasan Patriotik Puitik PBJ Soedirman

6 Oktober 2017   19:27 Diperbarui: 6 Oktober 2017   19:37 1020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Robek-robeklah badanku, potong-potonglah jasad ini, tetapi jiwaku dilindungi benteng merah putih. Akan tetap hidup, tetap menuntut bela, siapapun lawan yang aku hadapi"

Mrnghayati pernyataan di atas, tidak ubahnya kita mendapat pesan perjuangan nan puitik dari penyair Chairil Anwar dalam sajaknya "Karawang - Bekasi" Pesan perjuangan untuk terus berjuang membela bangsa dalam mewujudkan semangat 4 - 5. Padahal "sebait" penegasan tadi bukan datang dari penyair manapun di Indonesia, namun dari tokoh perjuangan bangsa yang namanya paling banyak disebut taatkala kita memperingati Hari TNI (ABRI), 5 Oktober setiap tahunnya. Ungkapan puitik patriotik itu disampaikan oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman, yang memimpin perang gerilya menghadapi agresi militer Belanda 1948 di Yogyakarta.

Adanys agresi Belsnda itu. Jenderal Sudirman melaporkan ke Presiden Soekarno. Dalam dialog itu, Bung Karno meminta Sudirman istirahat mengingat dalam keadaan sakit. Namun itu ditolaknya dan memilih untuk bergerilya. Dalam keadaan sakit dan bergerilya, Sudirman menjadi incaran nomor satu Belanda. Beberapa kali, ia berhasil lolos. Spirit patriotik yang diungkapkan oleh Panglima besar Jebderal Soedirman itu terejawantahkan dalam gerak perjuangannya. Meski secara fisik kondisinya masih lemah "teribek robek" pasca oprasi paru parunya, tetapi jiwanya tetap berani dalam perjuangan suci, dilindungi benteng mrah putih !

Panglima Besar Jenderal Soedirman memilih untuk masuk hutan, berjuang dengan angkat senjata dan menolak perjuangan melalui meja perundingan. Selama bergerilya Soedirman tetap konsisten dan menyampaikan kritik keras kepada Syarifuddin Prawiranegara, Kepala Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera Barat. Melalui radiogram dia mempertanyakan legitimasi Soekarno-Hatta.

"Apakah pantas orang-orang yang berada dalam tahanan atau berada di dalam pengawasan tentara Belanda berhak melakukan perundingan dan mengambil keputusan politik buat menentukan nasib Repubilk?". Betapa tingginya loyalitas dari seorang Panglima Besar yang sangat ditaati pasukannya, meskipun Soekarno-Hatta ditahan Belanda, Soedirman tetap tunduk dan berkoordinasi dengan PDRI yang dipegang Syarifuddin. Hinggs Soekarno-Hatta tiba di Yogyakarta pada 6 Juli 1949, dan pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta.

Loyalitas pada perjuangam itu tetcetmin pula dalam ungkapannya"Tentara hanya mempunyai kewajiban satu, ialah mempertahankan kedaulatan negara dan menjaga keselamatannya. Sudah cukup kalau tentara teguh memegang kewajiban ini, lagipula sebagai tentara, disiplin harus dipegang teguh. Tentara tidak boleh menjadi alat suatu golongan atau orang siapapun juga" Hal ini terkait dengan amanah, kewajiban tentara yang diungjapkan : "Karena kewajiban kamulah untuk tetap pada pendirian semula, mempertahankan dan mengorbankan jiwa untuk kedaulatan negara dan bangsa kita seluruhnya" Penegasan yang sangat patriotik !

Tetkait dengan tarik menarik kekuatan politik, Jenderal Soedirmsn berpesan "Pelihara TNI, pelihara angkatan perang kita. Jangan sampai TNI dikuasai oleh partai politik manapun juga. Ingatlah, bahwa prajurit kita bukan prajurit sewaan, bukan prajurit yang mudah dibelokkan haluannya. Kita masuk dalam tentara, karena keinsyafan jiwa dan sedia berkorban bagi bangsa dan negara". Bagi Sang Jenderal "Kemerdekaan satu negara, yang didirikan diatas timbunan runtuhan ribuan jiwa-harta-benda dari rakyat dan bangsanya, tidak akan dapat dilenyapkan oleh manusia siapapun juga"

Dengan demikian sejarah kelam dimana tentara dijadikan alat politik sebagaimana terjadi di masa lalu tidak perlu terulang jika setiap prajurit, berpegang teguh pada sapta marga dan sumpah prajurit. Pada saat Orde Baru, ABRI waktu itu bahkan dimanfaatkan untuk menjadi salah satu jalur andalan Golkar, partai penguasa, bagian dari apa yang dikenal sebagai jalur ABC, ABRI, birokrat dan konglrmerat, dan dijadikan satu kelompok tersendiri yakni fraksi ABRI di parlemen yang sudah barang tentu bertentangan denganpenegasa Panglima Besar Jenderal Soedirman.

Tidak heran jika era orde baru juga dikenal sebagai rezim militer, yang kemudian saat sang rezim diturunkan melalui reformasi, didengungkan pula semangat Panglima Besar Soedirman agar ABRI atau tentara berkonsentrasi menjalankan tugas tugas yang diembannya dengan istilah kembali ke barak. Oleh karena itu sangat wajar ketika nampak ada oknum TNI yang bermanuver tabur pesona dalam kontek politik praktis, kita tidak tinggal diam.

Apa yang disampaikan oleh masyarakat harus diterina sebagai petingatan positif agar tentara tidak tetgelincir kembali srbagaimana petingatan yang disampaikan oleh Jenderal Soedirman : "Jangan mudah tergelincir dalam saat-saat seperti ini, segala tipu muslihat dan provokasi-provokasi yang tampak atau tersembunyi dapat dilalui dengan selamat, kalau kita waspada dan bertindak sebagai patriot"

Waspada dan istiqomah menjadi patriot bangsa itulah sesungguhnya kunci TNI menjalankan baktinya, bukan lengah bahkan membiatkan dirinya menjadi agent perebutan kekuasaan yang dilakukan para petualang, atau bahkan lebih tragis lagi jika militer justru meninggalkan jati dirinya sebagai patriot dan menjadi oknum-oknum yang haus kekuasaan. Menurut hemat penulis, memahami kembali penegasan-penegasan patriotik dari Panglima Besar Jenderal Soedirman sangat penting ketika kita memperingati Hari TNI menjelang tahun politik, tahun 2018 tahun depan. Itulah makna kekinian penegasan dari Panglima Besar Jenderal Soedirman, yang beliau buktikan sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun