Bahagia sering kali related dengan harta dan tahta. Mengapa? Pemikiran awam akan mengindentifikasi bahwa dengan dua faktor tersebut maka bisa digapai kebahagiaan yang hakiki.
Harta dan tahta sama dengan uang yang melimpah. Tidak dulu tidak sekarang, uang menjadi pembeda status sosial. Sebagai contoh sederhana seseorang cenderung tersenyum ketika memegang uang pun seseorang akan uring-uringan saat tidak ada uang.
Miris? Tentu saja karena memang kenyataannya apa-apa butuh uang. Masalahnya hanya terletak pada hoki. Ada orang yang diberi amanat jabatan dengan berbagai tunjangan dengan nominal fantastis. Pun ada sisi lain yang secara ekonomi sangat kekurangan. Kesenjangan seperti ini akan selalu ada dari masa ke masa.
Orang dengan jabatan sosial tertentu sudah pasti memiliki privilese. Dari sudut pandang job list dengan berbagai resiko, privilese ini menjadi bentuk penghargaan terhadap kinerja yang bersangkutan.Â
Istilah lainnya sepadan dengan jasanya. Namun di balik privilese yang diterima, ada konsekuensi yang sudah selayaknya selalu di jaga yaitu amanat.Â
Privilese akan berfungsi sesuai juknis jika yang bersangkutan menggunakan haknya dengan bijak. Termasuk seluruh anggota keluarga yang bersangkutan. Lena sedikit saja semua akan menjadi sorotan terlebih di era serba digital seperti sekarang ini.
Tahta atau jabatan diraih penuh perjuangan. Pantas saja jika hasil jerih payahnya berbuah manis. Privilese yang didapat ibarat secuil dari total hak yang diterima. Nah, di sini keteguhan orang yang bersangkutan akan teruji. Tetap istikomah sebagai pelayan publik atau justru terseret gaya hidup hedon.Â
Lingkup pergaulan orang-orang dengan jabatan bukan kaleng-kaleng sudah pasti berbeda. Branding diri dengan berbagai barang merupakan cerminan keberhasilannya. Berbagai pencitraan akan menjadi kudapan karena setiap detik napasnya menjadi pusat perhatian khalayak. Pentingnya menjaga attitude sangat berpengaruh pada kelangsungan hidup orang tersebut beserta keluarganya.
Mengapa seorang anak terlihat perlente ketika memanfaatkan fasilitas dari orang tuanya?Â
Tidak akan ada asap jika tidak api. Anak adalah copy paste dari orang tuanya. Seorang anak bertindak di luar batas normatif karena ada peluang atau kesempatan, dukungan finansial dan sikap orang tua saat membersamai tumbuh kembangnya. Di sini peran orang tua dalam pembentukan akhlak anak tidak bisa dibilang sepele.Â
Tidak Jarang demi karier, anak dibiarkan begitu saja bersama pengasuhnya. Atas nama membayar hilangnya waktu, fasilitas pun digelontorkan tanpa batasan hingga berakibat fatal pada sikap dan watak sang anak. Anak dari lingkungan seperti ini akan tumbuh dengan kesombongan dan kebanggaan yang berlebih.Â