Mohon tunggu...
Danu Supriyati
Danu Supriyati Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Penulis menempuh pendidikan jurusan Fisika, pernah menerbitkan buku solo Pesona Fisika, Gus Ghufron, dan beberapa antologi baik puisi maupun cerpen. Semoga tulisannya dapat bermanfaat bagi pembaca. Jejak tulisannya dapat dibaca di https://linktr.ee/danusupriyati07

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Perppu Cipta Kerja 2022 Dilema antara Loyalitas dan Hak Pekerja

6 Januari 2023   17:51 Diperbarui: 6 Januari 2023   18:07 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Bekerja, bekerja dan bekerja adalah bagian hidup yang paling vital bagi masyarakat. Jika tidak bekerja maka tidak dapat uang, artinya perut tidak dapat jatah makan.

Memutuskan kerja dengan pihak lain (perusahaan) harus siap dengan aturan internal jika tenaga para pekerja ingin digunakan lebih lama. Sudah dibebani dengan aturan internal perusahaan, pekerja masih harus dihadapkan aturan dari pemerintah.

Aturan-aturan yang konon berpihak pada pekerja pun menjadi simpang siur. Mulai dari outsourcing yang membuat was-was, aturan jam kerja, upah yang dinilai tidak manusiawi hingga hak libur atau cuti penuh dengan polemik. 

Di saat negara fokus meminimalisir pengangguran, kini sudah disibukkan dengan penerbitan Perppu Cipta Kerja yang membingungkan sejumlah pihak. Hal ini menjadi konsentrasi yang seolah tidak ada ujung simpulnya. 

Pemberlakuan outsourcing yang lebih longgar akan menjadi bumerang bagi negara. Tidak ada jaminan jika pekerja terkena pemberhentian kerja secara sepihak dari perusahaan justru akan menambah daftar panjang pengangguran. Tidak mungkin para korban PHK hanya mengandalkan bantuan sosial untuk kelangsungan hidup bersama keluarganya. 

Belum lagi aturan pemberian upah untuk para pekerja yang harus sesuai UMK atau UMP. Ini akan menimbulkan kesenjangan karena tidak semua daerah masuk kategori daerah dengan penghasilan tinggi. Pun jika perusahaan sedang dalam kondisi pailit, sangat tidak mungkin untuk dapat memenuhi tuntutan tersebut.

Pengurangan waktu istirahat, cuti dan libur bagi pekerja adalah hal yang tidak terduga. Seolah menerapkan prinsip ekonomi yaitu manfaatkan tenaga semaksimal mungkin dengan waktu rehat seminimal mungkin.

Masalah belum tuntas karena masih terjadi konflik antara presiden, DPR dan MK. Pekerja harus terombang-ambing dalam kepastian yang masih labil. 

Bagi pekerja yang beruntung karena sudah diangkat sebagai karyawan tetap, tidak ambil pusing dengan aturan ini. Namun bagi pekerja kontrak masih terus berada dalam fase khawatir. Diperpanjang atau diberhentikan, itu saja pilihannya. Untuk usia produktif masih ada harapan untuk melamar di perusahaan lain. Nah, bagi usia yang tidak lagi produktif tentu akan lebih susah mendapat pekerjaan baru.

Kembali lagi pada resiko bekerja pada pihak lain atau perusahaan. Pekerja memang harus siap dengan kondisi paling buruk. Maka sangat penting membangun entrepreneurship diri sebagai alternatif jika suatu saat pensiun dari pekerjaannya. 

Harapan untuk pemerintah, semoga penerbitan Perppu Cipta Kerja diiringi dengan solusi sebagai timbal balik yang sama-sama menguntungkan banyak pihak. Sebagai bahan pertimbangan yang (semoga) tidak terlewat juga bahwa pengangguran akan menjadi PR bagi pemerintah di kemudian hari. Terima kasih.

Kebumen, 6 Januari 2023

Penulis

Danu Supriyati, S.Si

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun