Mohon tunggu...
Danica Ivana L
Danica Ivana L Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa yang aktif mengikuti perkembangan perkonomian.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Optimisme Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2023: Siapkah Kita Menghadapi yang Terburuk?

22 Oktober 2022   14:16 Diperbarui: 22 Oktober 2022   14:35 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Pertumbuhan ekonomi merupakan tema sentral dalam kehidupan ekonomi semua negara saat ini. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dianggap sebagai salah satu pencapaian keberhasilan atau tidaknya pembangunan di negara-negara tersebut. Pertumbuhan ekonomi merupakan pendapatan negara yang mengalami kenaikan secara nasional agregatif ataupun peningkatan output dalam suatu periode tertentu. Makna lainnya dari pertumbuhan ekonomi yakni pertumbuhan ekonomi yang menunjukan peningkatan kapasitas produksi dalam barang dan jasa dengan fisik sesuai pada kurun waktu tertentu. 

Pertumbuhan tersebut dapat diketahui melalui bertambahnya produksi barang industri, jumlah sekolah, berkembangnya infrastruktur, bertambahnya sektor jasa, serta bertambahnya produksi barang modal (Indayani & Hartono, 2020). Indikator pertumbuhan ekonomi selalu menggunakan tingkat Produk Domestik Bruto (PDB) karena PDB mengukur total nilai produksi barang dan jasa dalam sebuah negara sehingga bisa mencerminkan ekonomi suatu negara dari produktivitas penduduknya.

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia telah ditargetkan dalam APBN 2023 sebesar 5.3% year on year berdasarkan pertimbangan dinamika ekonomi di Indonesia. Laporan IMF berjudul World Economic Outlook (WEO) Countering the Cost-of-Living Crisis Edisi Oktober 2022 menampilkan PDB riil Indonesia yang merupakan ukuran pertumbuhan ekonomi negara setelah disesuaikan dengan inflasi adalah sebesar 5%. Apa penyebab adanya perbedaan dalam proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam APBN dan oleh IMF?

Penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang tercantum dalam laporan IMF bukan sebuah sikap pesimis tanpa alasan melainkan karena prediksi perekonomian tahun 2023 cukup gelap. Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva menyatakan bahwa prospek ekonomi global gelap akibat meningkatnya risiko resesi dan ketidakstabilan keuangan. Setelah Covid-19, dunia menghadapi ancaman krisis karena invasi Rusia ke Ukraina dan bencana lantaran perubahan iklim. International Monetary Fund (IMF) bahkan juga menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi global menjadi hanya 2,7 persen pada 2023 seiring dengan resesi yang diprediksi akan semakin parah.

Walaupun Indonesia sebelumnya mendapatkan pujian dari IMF karena pertumbuhan ekonominya pada kuartal-kuartal sebelum akhir tahun cukup impresif dibandingkan negara-negara lain pada tahun 2022, Indonesia tetap memiliki resiko penurunan yang signifikan. Hal tersebut dikarenakan kondisi global seperti resesi dan inflasi di negara-negara besar beserta penurunan konsumsi negara lain mampu mengakibatkan penurunan ekspor Indonesia atau mengakhiri lonjakan permintaan komoditas yang sebelumnya cukup meroket disertai kenaikan harga. 

Ekspor komoditas Indonesia tahun ini memang memiliki peranan besar dalam perekonomian nasional di saat negara lain resesi, namun hal tersebut bukanlah penyumbang utama PDB tetapi konsumsi domestik Indonesia yang membantu pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut bisa menjadi sebuah keuntungan sekaligus kelemahan. Menjadi sebuah keberuntungan karena ketika terjadi resesi maka dampaknya ke Indonesia tidak akan seburuk negara lain dan menjadi sebuah kelemahan karena ketika kondisi ekonomi global membaik, pemulihan Indonesia lebih lambat. Selain dampak dari ekonomi global, ketidakpastian kondisi domestik seperti politik dalam negeri, kebijakan fiskal dan moneter, daya beli masyarakat, pembangunan IKN, dan kondisi lainnya juga akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Pemegang peran stabilisasi ekonomi 2023 saat ini adalah APBN 2023 yang telah disahkan. Seberapa kuat APBN 2023 mengantisipasi dampak resesi global bagi perekonomian Indonesia? Mengingat PDB Indonesia sekaligus tolak ukur pertumbuhan ekonomi banyak dipengaruhi secara domestik, APBN yang harus berperan sebagai stimulus ekonomi nasional masih belum cukup kuat untuk menghadapi resesi global. Penganggaran dalam bidang-bidang yang mampu memberikan stimulasi perekonomian masyarakat seperti bantuan sosial maupun subsidi masih belum maksimal dan terhitung kecil. Anggaran perlindungan sosial sendiri saat ini hanya sekitar 2.5 persen dari PDB yang ada dan adanya kenaikan BBM bisa mengakibatkan penurunan konsumsi domestik yang signifikan.

APBN 2023 sesungguhnya adalah sebuah alat yang perlu digunakan dengan tepat karena nilai anggaran yang tertuang di dalamnya tidak akan mampu memutar roda perekonomian apabila pemerintah dan masyarakat tidak bahu-membahu mempersiapkan diri juga dalam menghadapi resesi. 

Resesi mengakibatkan kenaikan bahan baku, terutama bahan baku impor akibat selisih kurs dan fluktuasi harga komoditas. Agar bisnis terus berjalan, pelaku usaha mau tak mau akan melakukan penyesuaian, menaikkan harga jual atau melakukan efisiensi untuk mengurangi biaya produksi. Di sisi lain, daya beli masyarakat juga mengalami tekanan. Dampak resesi kemungkinan besar akan meningkatkan jumlah pengangguran, kemudian modal kerja yang mahal, kenaikan bunga KPR, biaya kebutuhan pokok seperti bahan makanan dan BBM semakin tak terjangkau. Kondisi tersebut tentu memerlukan langkah preventif dari pemerintah agar tidak menambah jumlah masyarakat kurang mampu.

Pemerintah dalam belanjanya dan penyaluran untuk masyarakat harus tepat sasaran. Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) perlu ditelaah dan diperbarui karena pemberian bantuan harus tepat sasaran untuk masyarakat kurang mampu supaya tidak terjadi penambahan jumlah dan penurunan kualitas hidup. Kebijakan fiskal pemerintah perlu menaruh perhatian pada penguatan spending better melalui penghematan belanja barang, penguatan belanja modal, reformasi belanja pegawai, peningkatan efektivitas termasuk ketepatan sasaran belanja bantuan sosial dan subsidi, serta penguatan kualitas transfer ke daerah dan dana desa. 

Pemerintah juga harus memperkuat permodalan dan akses masuk pasar untuk para UMKM. UMKM dan sektor informal yang memiliki peran besar jika diberdayakan dengan memanfaatkan digital bisa menjadi pengaman ekonomi pada saat sulit. Masyarakat golongan menengah dan para pelaku usaha perlu mendapat perhatian supaya keberlangsungannya tetap terjaga dengan adanya ancaman PHK serta kenaikan suku bunga yang mempersulit penambahan modal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun