Mohon tunggu...
Sofa Kurnia
Sofa Kurnia Mohon Tunggu... mahasiswi -

Semoga sederhanaku mencukupkanmu ^^

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

IPK

15 November 2015   20:07 Diperbarui: 15 November 2015   20:26 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak akan ada habisnya, kalau membandingkan diri dengan orang lain. Kita terbentuk dengan kesempatan yang berbeda. Mau kecewa dengan pengalaman yang membentuk diri juga tidak mengubah apa apa. Ada kalanya saya dengan sadar menganalisis diri sendiri lalu menarik akar akar yang mungkin menjadi penyebab. Pahit. Tapi tidak seharusnya saya berhenti di sana. Kadang-kadang kita cuma melihat sisi baik dari orang lain, tanpa tahu kepaitan apa yang sudah dia alami untuk bisa menguasai apa yang dimiliki sekarang.

Percuma punya IPK bagus kalau nggak bisa apa-apa. Kuliah tidak hanya soal IP. Banyak judul dan kutipan-kutipan yang mengatakan demikian. Serta beberapa cibiran yang saya lihat, meski terkadang tidak diarahkan khusus buat saya. Entah itu semacam mekanisme pertahanan diri dari orang yang ber IP pas, atau memang diniatkan untuk menyadarkan umat manusia. Saya bisa bilang bahwa IP saya dulu termasuk tinggi meski tidak yang tertinggi. Tapi sampai sekarang, jujur saja, saya belum bisa mengatakan bahwa saya bangga dengan itu. Saya sadar betul bahwa deretan nilai yang bagus itu tidak benar-benar menggambarkan kemampuan saya.

Saya sadar betul bahwa IP itu tidak membuat lantas saya punya soft skill yang baik dan langsung jago ekonomi. Tidak lebih jago dibandingkan dengan orang lain yang punya IP di bawah saya. Percayalah saya menyadari itu. Tapi lalu mau protes bagaimana? Saya sendiri tidak tahu apa yang terjadi, tahu tahu saya lulus dengan IP apa adanya. Ada baiknya untuk tidak berpikir bahwa IPK tinggi pasti dimiliki orang yang menuhankan IPKnya dan merasa pintar. Itu proses psikologis yang sedikit kompeks, bercampur dengan cara berpikir, pengalaman, kepribadian, soal kebetulan, seleranya berpikirnya sama dengan dosen, dan lain-lain.

Saya tidak terlalu pandai dalam menjelaskan. Apakah dengan IP segitu saya jago akuntansi? Apakah saya teman yang baik? Apakah saya punya visi dan misi yang jelas dan bisa menggerakkan massa? Tidak juga. Kalau saya sebaik itu, saya tidak akan gelundungan dengan cemas ketika diminta sambutan perwakilan mahasiswa pada seminar yang pernah saya ikuti. Saya selalu merasa ada yang kurang. Ada yang seharusnya sekarang bisa saya lakukan. Banyak hal yang tidak saya punya karena mungkin saya dianggap masuk golongan pengejar IPK. Tapi percayalah, ada pula beberapa hal yang saya perjuangkan, meski bagi orang lain, itu tidak penting. Dan kalau kemudian IPK saya diragukan karena saya terlihat bodoh, saya mungkin bisa beri tahu sedikit rahasia: saya ini, orang yang beruntung meski saya bodoh. Peace. :D


Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun