Mohon tunggu...
Daniel Setiawan
Daniel Setiawan Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang karyawan swasta

Segala Sesuatu Ada Masanya, Ikhlas dalam Menjalaninya disertai dengan Pengucapan Syukur.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Agar PDIP Dapat Mengawinkan Ahok-Jarot dan Tidak Mengkhianati Teman Ahok

14 Juni 2016   07:40 Diperbarui: 14 Juni 2016   08:11 2100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pilkada DKI 2017 / poskotanews.com

Pilkada DKI 2017 memang beda dibandingkan dengan Pilkada yang sama pada daerah-daerah lainnya. Jika di daerah sampai saat ini masih tidak terasa gaungnya, walau pun ada sedikit riak yang muncul di pilkada Yogyakarta dimana Garin Nugroho mencalonkan diri sebagai wakil walikota Yogyakarta secara independen. Tetapi gaung itu juga sudah reda. Sedangkan daerah lainnya gaungnya tidak sekencang Pilkada DKI 2017. 

Pro-kontra pencalonan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok secara perorangan terus menerus menjadi polemik. Dari satu isu ke isu yang lain, tidak henti-hentinya sampai saat ini. Sehingga Pilkada DKI 2017 bukan lagi menjadi isu lokal tetapi sudah menasional. 

Keinginan Ahok untuk maju lewat jalur independen pada Pilkada DKI 2017 ini tentu membuat sebagian parpol uring-uringan. Karena parpol merasa Ahok tidak tidak menghormati parpol yang ada, sehingga ada tuduhan bahwa Ahok telah melakukan deparpolisasi. Dan parpol pun beramai-ramai membentuk koalisi besar untuk melawan Ahok. 

Mau partai nasionalis seperti Gerindra dan PDIP bergabung dengan partai Islam seperti PKS, PAN dan PKB membentuk sebuah koalisi yang akan mencalonkan gubernur dan wakil gubernur untuk bertarung melawan Ahok. Dan mereka ingin membuktikan bahwa calon independen akan keok melawan calon dari koalisi parpol. Benarkah demikian?

Sekarang pun PDIP masih ngamang untuk mencalonkan kader mereka untuk maju melawan Ahok. Dengan jumlah kursi di DPRD DKI, maka tentu saja PDIP dapat mengajukan calon mereka sendiri tanpa berkoalisi dengan partai yang lain. Penyeleksian calon tanding dengan Ahok pun kini katanya sudah menyisakan 5 calon saja. Tetapi sampai sekarang PDIP belum juga menentukan siapakah yang akan menjadi penantang AHok yang sebenarnya. Inilah kegalauan dari PDIP. 

Karena dari semua bakal calon yang ada, elektabiltas semuanya masih dibawah Ahok, dan dengan mengajukan mereka bukan saja tidak akan menang melawan Ahok tetapi sekaligus akan mempermalukan PDIP itu sendiri. Masak partai penguasa DPRD DKI tidak bisa menang melawan Ahok yang tidak dari partai? Dan tentu saja agar PDIP dapat memenangkan Pilkada DKI 2017 ini, tak lain dan tak bukan mereka harus tetap mempertahankan eksistensi dari Ahok-Jarot seperti sekarang ini. 

Tapi celakanya Ahok sudah koar-koar bahwa Ahok akan maju secara independen pada Pilkada DKI 2017 ini berpasangan dengan Heru dan bukan Jarot. Apalagi saat ini pencapaian pengumpulan KTP dukungan yang dilakukan oleh Teman Ahok hampir mencapai 1 juta KTP dan kelihatannya dalam beberapa ke depan target tersebut akan dapat dicapai.

Keinginan dari Ahok ini yang akan lewat jalur independen, tidak berarti Ahok melaluinya tanpa halangan. Berbagai cara telah dilakukan oleh para pembenci (haters) Ahok untuk menjegal pencalonan tersebut, seperti meniupkan isu tentang RS Sumber Waras, Reklamasi dan tentu saja UU Pilkada. Setelah isu SUmber Waras dan Reklamasi tidak bergaung, kini mereka mencoba untuk melakukannya pada UU Pilkada. Isu-isu seperti memperberat syarat perseorangan dicoba untuk dimasukkan ke dalam UU tersebut. 

Form dukungan calon harus sesuai dengan standarisasi KPU. Tetapi semuanya itu pun berakhir dengan bantahan atau sanggahan dari pendukung Ahok. Tetapi ada satu hal yang akan menjadi kerepotan sendiri bagi Ahok jika tetap maju melalui jalur independen yaitu verifikasi faktual pendukung Ahok. Dengan metode sensus, verifikasi faktual ini tentu akan sangat merepotkan. Karena pendukung Ahok satu demi satu harus didata dan diberi kesempatan kepada KPU untuk menyelesaikannya dalam waktu 14 hari. Dan jika ketika verifikasi faktual pendukung tidak berada di tempat maka diberi kesempatan 3 hari untuk memverifikasi dukungannya dengan mendatangi PPS terdekat. 

Selain kerepotan tersebut, tentu juga bagi pendukung Ahok yang berada di luar negeri dan berada di luar daerah DKI, bagaimana cara KPU akan memverifikasi mereka? Apakah KPU akan mendatangi mereka satu per satu ataukah mereka disuruh kembali ke Jakarta? Apakah hanya itu saja kendalanya? Oh tidak, ternyata menurut UU Pilkada yang baru, pendukung calon independen yang dimaksud adalah mereka yang sudah terdaftar pada Daftar Pemilih Tetap Pemilu yang lalu. Lalu bagaimana dengan pemilih pemula yang belum tedaftar? Apakah mereka tidak bisa mendukung calon independen? Hal-hal inilah yang juga membuat Ahok saat ini sedang gamang. Apakah akan tetap lewat jalur independen ataukah lewat jalur parpol.

Jika Ahok tetap lewat jalur independen, rintangan-rintangan di atas harus dihadapi Ahok dan Teman Ahok sebagai mitranya. Tetapi jika lewat jalur parpol maka Ahok dianggap tidak ksatria. Karena berulang kali Ahok mengucapkan bahwa dia tidak akan mengecewakan perjuangan anak-anak muda di Teman Ahok yang terus mendukung dia menjadi gubernur lewat jalur independen. Dan bahkan kini, tersiar kabar bahwa Teman Ahok telah melakukan ancaman kepada Ahok jika Ahok memilih jalur parpol dalam pencalonan Pilkada DKI 2017. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun