Reklamasi Teluk Jakarta merupakan proyek yang gagasannya sudah ada sejak lama. Bukan hanya muncul di masa pemerintahan Presiden Jokowi atau Gubernur Ahok.
Gagasan reklamasi teluk Jakarta muncul pada masa pemerintahan Presiden Soeharto di tahun 1995 guna mendorong pertumbuhan ekonomi di Jakarta, mengingat perluasan ke arah selatan sudah tidak bisa dilakukan.
Setelah dua dekade berlalu, Reklamasi Teluk Jakarta mengundang perhatian publik kembali. Sebelumnya, proyek ini mendapatkan moratoriun (pemberhentian) dari Kemenko Maritim karena beberapa masalah terkait lingkungan.
Namun, setelah 11 poin catatan yang disoroti oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) diselesaikan, maka moratorium itu telah dicabut kembali oleh Kemenko Maritim.
Pencabutan itu dilakukan setelah pengembang memenuhi persyaratan yang diminta pemerintah guna melanjutkan proyek di Pulau C, D dan G.
Menko Maritim, Luhut B. Panjaitan, menjelaskan pencabutan moratorium itu dilakukan atas surat yang dikeluarkan Menko Maritim sebelumnya, Rizal Ramli, setelah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya memberikan persetujuan untuk mencabut semua sanksi pengembang karena telah memenuhi persyaratan.
Luhut juga menambahkan bahwa keputusannya mencabut moratorium juga sesuai kewenangannya sebagai Menko Maritim.
Kemudian, terkait janji politik Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta, Anies-Sandi, yang akan menghentikan reklamasi teluk Jakarta, Menko Maritim menjelaskan bahwa itu tidak dapat dihentikan begitu saja tanpa memperhatikan aturan yang ada.
Di setiap jabatan itu ada batas kewenangannya, termasuk soal Reklamasi Teluk Jakarta. Hal itu karena kewenangan dan kendalinya berada di tangan pemerintah pusat.
Oleh sebab itu, Menko Maritim mempersilakan pasangan Anies-Sandi untuk membatalkan reklamasi teluk Jakarta, namun harus sesuai dengan kewenangan dan prosedur yang berlaku.