Mohon tunggu...
Likadarma
Likadarma Mohon Tunggu... Penulis - Lingkar Kajian Kedaerahan Pemalang

Gerbang penggalian nilai-nilai kedaerahan untuk kemajuan pengetahuan Pemalang dan kePemalangan yang tulen.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pemalang, Menyelinap Kegagalan KPU Melalui Test Wawancara PPS

27 Januari 2023   08:59 Diperbarui: 27 Januari 2023   09:07 4805
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Tidak akan pernah bosan memahami dan mengkaji Pemalang, apalagi kota yang dianggap sebagai kalahiran manusia biasa ini. Sebagai manusia biasa, tidak elok rasanya berada di perantauan namun membiarkan sesuatu yang janggal di kota kelahiran. Cukuplah diam dalam hal fisik saja, tapi bukan dengan isi kepala ini, barangkali berjalannya waktu, perlahan akan ada penyesalan dan bajingannya itu sebuah kenangan, lebih menyakitkan bukan? Kenangan dan penyesalan berseturu satu rumpun. 

Di Pemalang, lagi-lagi isu mengenai keadilan ataupun perihal people inside masih nyaman dilantunkan. Rumpun KPU yang notabennya mandiri tidak tertuntut dari segala pihak lain masih menuai kegagalan, lantaran terpantau pada saat test wawancara yang dilaksakan pihak PPK kepada PPS pada Minggu, 15 Januari lalu mengakibatkan beberapa peserta pendaftar geram, kerena dinilai tidak adil. Bukan jengkel karena tidak diterima, melainkan mengapa harus ada test segala macam kalau sudah ditentukan plotnya.

Lantas, akankah kita berdiam diri memandang fenomena yang terus menggunjingkan fikiran? Hanya ada dua pilihan, diam akan aman namun penyesalan terus mengelilingi kepala seumur hidup karena membiarkan kejanggalan menganga di kota kecil ini. 

Atau bergerak namun kita berada di jembatan antara jurang kematian, tapi kematian mana lagi yang lebih menyakitkan selain kematian dalam keadaan nurani? Enyah dalam ke-tidak nyamanan atau hidup dalam kematian nan nyaman. 

Luasnya, diam namun tidak pernah mendapatkan suatu fenomena, jika bergerak kita akan memperoleh makna. Sekedar dua pilihan, hidup atau mati. Sama halnya dalam lingkup PPS, di terima atau tidak seluruhnya dengan keadilan. Namun seperti yang sedikit penulis jelaskan dalam perihal PPS di atas sangat perlu sekali sportivitas andil dan mengepalkan tangannya demi terciptanya keadilan.

Usut tuntas keadilan masih menjadi hal yang remeh temeh diandalkan, nyatanya hanya sekelas PPS masih banyak mengandalkan people inside dan kepentingan kelompok atau golongan. Mendapati dari seorang teman, PPS memiliki beberapa tahap alur hingga ia bisa diterima secara resmi, yaitu CAT (Computer Assisted Test) kamudian wawancara.

 Menurutnya, beberapa orang atau pendaftar yang memiliki nilai CAT lumayan mumpuni bukan sebagai patokan, namun siapa sangka permainan politik di dalam lingkup pendaftaran PPS berada di wawancara. Siapapun yang memiliki nilai CAT rendah sekalipun jika ia memiliki sanak saudara atau secara halusnya (menitipkan diri kepada beberapa orang PPK) akan memiliki potensi terselamatkan dan diakui lolos, bahkan sudah tulen lolos. 

Hal tersebut didapati saat kebocoran rekap nilai wawancara dari PPK bocor (tidak perlu dijelaskan PPK dari kecamatan mana) bertumpah di mana-mana. Bocor? Apakah pada awalnya memang dirahasiakan? Entahlah, kemungkinan besar memang dirahasiakan, thoh ketika peserta pendaftar PPS meminta rekap nilai kepada PPK tidak diperbolehkan, padahal dalam selogannya mendewakan kata "transparan". 

Anehnya dalam rekap nilai wawancara tersebut, pemilik nilai CAT tinggi tidak sedikit peserta memperoleh ketidak adilan nilai wawancaranya, padahal wawancara mengenai hal remeh temeh sekedar perkenalan dan sedikit menyinggung ke-KPU-an, sudah pasti pemilik nilai CAT tinggi dengan lancarnya menjawab benar, terbukti setelah test wawancara usai mereka menceritakan gampangnya wawancara PPS. 

Apalagi sekedar waktu 5 menit berada di ruangan wawancara. Atau, apa mungkin penerimaan PPS berdasarkan pengalamannya di bidang KPU? Kalau karena pengalaman, kapan seorang pemuda mendapatkan pengalaman tersebut? Thoh ada kok pendaftar berpengalaman lebih dengan nilai CAT tinggi, namun nilai wawancaranya lebih rendah dari KKM matematika anak SMP.

Kemudian apa yang ditransparankan? Hanya suatu ancaman dari atasan agar suara kritik dibungkam? Sukurnya, tulisan ini bukan dari seorang wartawan yang biasanya menjadi incaran, ini sekedar esai sedikit satir yang merah-marah meluapkan amarah dari sebuah ketidak adilan. Banyak sekali orang-orang idealis yang masuk menuju rumpun birokrasi, awalnya dengan cita-cita ingin merubah sistem, namun ia bersorak gembira terbawa sistem. Mau tidak mau masuk ke dalam politik adalah jalan pintasnya, demi menggapai keadilan dan menghilangkan yang berbau nepotisme. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun