Siapa yang tidak mengenal Kentucky Fried Chicken alias KFC. Semua orang pasti pernah memakannya. KFC bertaburan di setiap sudut kota Indonesia seperti jamur yang tumbuh di musim penghujan.Â
Karena KFC muncul varian serupa di pinggir jalan, tentunya yang menjual adalah mereka yang tidak mempunyai modal besar. Hanya mereka karyawannya, tidak mengeluarkan gaji untuk orang lain.Â
Pendapatan orang pinggiran tersebut hanya untuk diri sendiri. Lain lagi dengan tempat makan yang memajangkan kakek-kakek beruban putih tersebut. Tempat tersebut merupakan perusahaan yang besar.Â
Banyak karyawan yang harus mengoperasikan itu. Si pemilik sudah naik level, tidak lagi sebagai marhaen, tetapi menjadi kapitalis. Dia tidak lagi bekerja untuk menghidupi diri sendiri. Tetapi untuk hajat orang banyak.Â
Di balik kerenyahan ayam goreng yang dibalut tepung tersebut, ada nasib pekerja yang tidak serenyah makanan yang mereka buat.
Di balik kenikmatan dan gurihnya ayam goreng tersebut, nyatanya tidak senikmat, malahan pahit bagi nasib si pembuat ayam goreng yaitu karyawan.Â
Di balik promo yang ditawarkan oleh KFC, ternyata ada hak pekerja yang disunat. Semenjak kasus covid-19 masuk ke Indonesia, para pekerja KFC mendapatkan potongan gaji 30-50 persen.Â
Akibat kebijakan tersebut, para pekerja melakukan unjuk rasa. Pekerja menuntut perusahaan agar melakukan pembayaran sebagaimana biasa.Â
Upah yang disunat tersebut jelas di bawah standar pengupahan yang berlaku. Sejatinya Undang-undang Ketenagakerjaan tidak menyediakan aturan tersebut.Â
Perusahaan dilarang membayar karyawan di bawah upah standar. Tetapi ketentuan tersebut berlaku saat kondisi normal, pandemi covid-19 membuat situasi menjadi tidak normal.Â