Mohon tunggu...
Daniel Mashudi
Daniel Mashudi Mohon Tunggu... Freelancer - Kompasianer

https://samleinad.com E-mail: daniel.mashudi@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Teater Tari Ramayana, Masih Ada Milenial yang Cinta Budaya Bangsa

6 Februari 2020   20:57 Diperbarui: 7 Februari 2020   04:00 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selasa (4/2) jam 7 malam saya tiba di Gedung Kesenian Jakarta, belum banyak pengunjung yang datang ke tempat tersebut. Saya menuju meja registrasi untuk mengambil tiket pertunjukan. Sebuah amplop coklat berisi 2 tiket diserahkan oleh petugas kepada saya.

Tak lama kemudian datang Mbak Yayat, dan 1 tiket pertunjukan saya serahkan kepadanya. Kami berdua diberikan kesempatan oleh Ketapels untuk menyaksikan teater tari Ramayana. Jam 7.30 malam, pintu ruang pertunjukan dibuka. Saya masuk dan mencari tempat duduk sesuai nomor kursi yang tertulis di tiket.

Jam 8.06 malam, pertunjukan dimulai. Lampu ruangan dipadamkan, dan narator memberikan penjelasan tentang teater tari Ramayana yang ditampilkan oleh Kridha Hambeksa. Ada 170 personil yang tampil malam tersebut.

Kridha Hambeksa sendiri merupakan organisasi yang menjadi simpul beberapa komunitas pecinta kesenian Jawa. Komunitas ini menjadi wadah bagi para seniman amatir yang berasal dari berbagai paguyuban, sanggar, dan pekumpulan kesenian yang ada di Jakarta.

Latar belakang anggota komunitas ini beragam. Mulai dari dosen, karyawan swasta, ASN, pengusaha, pekerja sosial, ibu rumah tangga, hingga pensiunan.

Dok. pribadi
Dok. pribadi
Pada pagelaran malam tersebut, turut ambil bagian para penari dan musisi dari Kridha Hambeksa, Kagama Beksan, Sekar Tanjung Dance Company, Alumni PSTK ITB, Alumni ISI Surakarta, Sanggar Seni Bulungan, dan komunitas lainnya. Ada pula penari anak-anak pemeran air, api dan wanara cilik melibatkan anak-anak asuh dari Rumah Piatu Muslimin, Panti Asuhan Griya Asih, dan Panti Asuhan Harapan Remaja.

Layar di panggung terbuka. Tari gambyong menjadi pembuka, yang dibawakan oleh 9 penari senior dari Kagama Beksan. Mereka mengenakan baju kebaya berwarna hijau tua dan kain jarik bermotif batik berwarna coklat. Tak ketinggalan, sehelai selendang kuning emas dipakai di pundak.

Tari gambyong lazim dimainkan sebagai pembuka acara-acara tertentu di masyarakat Jawa. Menurut sejarah, tarian ini berasal dari daerah Surakarta yang terus berkembang ke daerah Jawa lainnya. Tarian ini dahulu dibawakan untuk penyambutan para tamu kasultanan ataupun acara upacara adat keraton.

Usai sajian tari gambyong, masuklah para penari-penari cilik perempuan mengenakan pakaian bercorak modern berupa kaos lengan panjang berwarna putih yang dipadu dengan kain berwarna biru pada bagian dada ke bawah.

Seorang penari pria dewasa, yang tak lain memerankan sebagai Ramawijaya (Rama). Berada di antara penari-penari cilik tersebut. Di belakang mereka terbentang sebuah layar putih. Dengan sorot lampu yang ditembak dari belakang layar tersebut, nampaklah siluet dua sosok tokoh wayang kulit, yaitu Ramawijaya dan Shinta. 

Adegan pembuka tersebut menggambarkan Ramawijaya yang tengah gundah hatinya. Ia berada di tepi lautan, di mana air laut dipersonifikasikan melalui penari-penari cilik berkain biru. Ia sepertinya mengenang saat-saat bersama Shinta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun