[caption id="attachment_193288" align="aligncenter" width="461" caption="Gembiranya bocah-bocah itu menunggang jerapah (dok. pribadi)"][/caption]
Sore ini aku pulang kerja sekitar hampir jam 6 sore dan seperti biasa kukendarai sepeda motorku tak terlalu kencang, melintasi jalanan yang tak terlalu ramai di pinggiran Tangerang. Kaca helmku yang sudah agak buram terpaksa aku buka agar aku tetap bisa melihat jalan di depanku secara jelas. Melintasi jalanan dengan rumah-rumah penduduk di tepi jalan, kemudian berganti dengan petak-petak sawah yang berair dengan tanaman padi yang baru saja ditanam, atau juga kerbau-kerbau yang digiring pulang kandang oleh pemiliknya memang menjadi pemandangan setiap hari bagiku.
Perjalanan aku hentikan sejenak ketika aku melihat komidi putar di salah satu tanah lapang. Hampir seminggu ini aku melihat komidi putar tersebutberaksi di tempat tersebut, namun baru kali ini aku ingin mampir melihatnya. (Kebetulan aku ingin membeli kaos timnas sepakbola salah satu negara yang besok tampil di Euro 2012. Meski bukan kaos ‘ori’, tapi tidak apalah). Memang tak setiap waktu aku menjumpai komidi putar beraksi, mungkin dua atau tiga bulan sekali bisa aku jumpai. Itu pun biasanya berada agak jauh dari pusat kota karena memang diperlukan tempat atau lapangan yang lumayan luas untuk komidi putar ini. Ah, aku jadi teringat masa kecilku dulu di Jawa Tengah. Di tempat asalku, orang-orang menyebut komidi putar ini dengan istilah ‘draimolen’
Setelah menitipkan sepeda motor, aku pun berjalan masuk ke tempat hiburan ini. Tanah yang kuinjak sedikit becek karena tadi malam baru saja diguyur hujan.Aku pun berjalan-jalan mengelilingi tempat itu, dan rupanya masih belum banyak pengunjung yang datang. Aku melihat beberapa loket, harga yang dipatok untuk setiap wahana cukup murah yaitu cuma 4 ribu rupiah. Wahana-wahana yang ada lumayan banyak, ada kincir/bianglala, kuda-kudaan/jerapah-jerapahan, mandi bola, dan beberapa hiburan khas di pertunjukan komidi putar. Di wahana kuda-kudaan (atau jerapah-jerapahan, entah apa namanya yang benar), beberapa anak tampak begitu gembira menunggang kuda-kuda kayu itu. Sayang ketika aku hendak memotretnya, mereka tampak malu-malu.
Aku pun melanjutkan langkahku ke tempat penjualan pakaian. Harga yang dipasang oleh penjual relatif murah, kaos dan baju mulai dengan harga 15 ribu. Aku pun menuju ke bagian kaos bola untuk mencari kaos timnas Belanda. Sayang, aku tidak menemukan kaos tim favoritku tersebut. Aku pun mencoba mencari di penjual pakaian di sebelahnya. Hasilnya pun nihil.
Aku pun meninggalkan tempat penjualan pakaian. Sebelum beranjak pulang, aku sempatkan untuk melihat ke penjual yang lain. Tampak di dekat wahana mandi bola, ada penjual mainan anak-anak yang sedang melayani pembeli.
Tak jauh dari situ, aku melihat beberapa penjual makanan. Mulai dari makanan ringan seperti 'arum manis' yang berwarna merah muda, sampai kerak telor yang khas dari Jakarta juga ada disini. Beberapa makanan lainnya pun bisa dijumpai, seperti bakso, soto dan sebagainya. Karena belum terlalu lapar, aku tak mencoba mencicipi makanan-makanan tersebut. Aku menuju ke tempat parkir motor, dan segera melanjutkan perjalanan pulang.
Komidi putar atau draimolen memang menjadi alternatif hiburan yang tidak memerlukan ongkos mahal. Dengan bermodalkan empat ribu rupiah saja, seorang bapak sudah bisa memberikan kegembiraan bagi anaknya. Kehadiran komidi putar pun selalu diikuti oleh para pedagang di sekitarnya. Dari pedagang pakaian dan asesoris, penjual makanan atau penjual mainan anak-anak, sampai tukang parkir, semuanya mencoba mencari rezeki dari para pengunjung yang datang.
Namun sayang, keberadaan hiburan ini semakin terpinggirkan seiring dengan perkembangan pembangunan kota. Gedung-gedung perkantoran, mal, pertokoan dan perumahan yang terus dibangun di pusat kota tidak lagi menyisakan tempat yang agak lapang yang memang diperlukan untuk mengadakan komidi putar ini. Dan akhirnya, mau tak mau hiburan murah ini harus bergerak menjauh dari pusat kota untuk tetap bertahan hidup.