Majalah Tempo edisi 14-20 Mei 2018 memuat ilustrasi dalam bentuk komik tentang penyanderaan 6 polisi oleh para narapidana teroris di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, 7-8 Mei 2018. Pada salah satu ilustrasi digambarkan seorang polisi yang berlulut dengan kedua tangan bertaut di belakang kepalanya ditodong senapan oleh seorang teroris dari belakang, polisi itu digambarkan (saking ketakutannya) minta ampun kepada teroris Itu (lihat gambar di atas).
Kesan yang muncul, betapa kecilnya nyali polisi yang meminta ampun itu, padahal dia adalah anggota Densus 88 anti-teroris.
Pertanyaannya atas dasar apa Majalah Tempo menggambar sang polisi meminta ampun kepada teroris itu? Apakah benar ada polisi anggota Densus 88 yang disandera teroris itu meminta ampun kepada penyanderanya? Di artikel berita yang ditulis di Tempo edisi itu juga tidak disinggung tentang hal ini.
Kesaksian dari Bripka Iwan Sarjana, polisi yang selamat dari penyanderaan itu justru sebaliknya. Para polisi yang disandera itu sangat berani, tidak takut mati di tangan para narapidana teroris itu, meskipun disiksa sampai akhirnya 5 di antara mereka dibunuh secara sadis.
Menurut Iwan, keberanian rekan-rekannya itu menghadapi maut membuat ia semakin tegar untuk menghadapi hal serupa. Seorang teroris menyampaikan kepadanya dengan marah dan mengancam bahwa rekannya, Briptu Syukron Fadhi sudah ditembak kepalanya karena menolak permintaan mereka tentang informasi yang dibutuhkan.
Â
Sangat berbeda dengan ilustrasi di komik Majalah Tempo itu. *****
(Artikel ini adalah surat yang saya kirim pada 14 Mei 2018 ke Redaksi Majalah Tempo (red@tempo.co.id)  untuk dimuat di rubrik surat pembaca, tetapi sampai lewat dua edisi, surat ini tidak dimuat).