Mohon tunggu...
Dandi amar rizky
Dandi amar rizky Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Belajar nulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

"No Racism" untuk Siapa?

8 September 2019   20:03 Diperbarui: 8 September 2019   20:59 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.google.com/search?q=no+racism+pictures&safe=strict&prmd=isvn&sxsrf=ACYBGNTUnDFoXX8B8hO_2DGSIDOQa8Ntnw:1567949236478&source=lnms&tbm=isch&s

Oleh : Dandi Amar Rizky B

Pada ospek tahun ini (September2019) dikampus saya, Universitas Gambar Matahari,terdapat dua narasi yang unik: pertama,jargon"noracism";kedua,narasi organisasi legal dan ilegal. Kedua hal tersebut bisa saling bertautan sekaligus bertentangan. Padanarasi"NoRacism"mejuruk pada persoalan nasional yang menimpa Papua. Pergolakan yang terjadi yang meledak seperti bisul yang telah lama mengendap,dan akhirnya meletus pada
beberapa pekan lalu yang terpantik karena perlakuan semena-mena aparat dan beberapa
Ormas di Malang dan Surabaya,dan beberapa kota lain.Dan tentu saja,pembuka katupnya
adalah ujaran bernada rasis yang ditujukan pada kawan-kawan mahasiswa.
Narasi itu bisa pula berarti untuk mengajak kita menghentikan sikap-sikap rasisme dalam
kehidupan kampus,dan kalau bisa dalam kehidupan sehari-hari.Pada pandangan pertama,saya
hanya melihat sikap tersebut hanya'sekedar'untuk meramaikan,sebagai branding,dan sebagai
publikasi semata.Sehingga,bisa pula diartikan mereka tidak betul-betul berniat menghentikan
sikaprasis.Pada gilirannya nanti akan kita coba cari fakta tersebut dalam kehidupan kampus di
Universitas Gambar Matahari.
Temuan ini dapat tergambar dari tidak adanya kajian kritis tentang isu-isu rasisme dikampus,
baik yang diadakan oleh BEM maupun pusat kajian yang dinaungi kampus.Bahkan pada
persoalan papua yang betul-betul gamblang,mereka tidak tergerak untuk mengkaji.Maka tidak
heran jika mengatakan bahwa narasi"noracism"hanya sekedar penggembira acara semata.
Atau bahkan hanya mengikuti trend'demamkoreografi'saat ospek yang melanda kampus-kampus di Indonesia.
Rasis metermanifestasi tidak hanya persoalan ras semata,karena Ia sebetulnya tidak berdiri
sendiri dan seenaknya diambil tanpa mengindahkan hal lain,seperti perbedaan kelompok,
perbedaan pilihan politik,ideologi,dan bisa pula prefensiseksual.Maka,narasi"NoRasis"
hanya akan menjadi sebatas narasi tanpa aksi,apabila kita masih sering membenci kelompok
lain.Dan mustahil pula jika kita masih berpikir determinan seperti kami-mereka,tuan rumah-tamu,kelompok legal-kelompok ilegal,dan lain sebagainya.
Sikap rasis adalah hasil dari pertentangan identitas,dan pandangan identitas tunggal.Sehingga
melihat,"ketika anda seorang diluar kelompok kami,maka anda bukan bagian dari kami,anda
dilarang menuntut banyak hak,anda dilarang mendapatkan perlakuan setara dengan orang-orang kami".Sehingga mereka(bahkan kita)terkadang berpikir bahwa,sikap kita mendukung
anti-rasis adalah pelunakan sistem identitas dari mayoritas kepada minoritas.Padahal menurut
AmarthaSen identitas tunggal itu tidak ada dan mustahil terjadi.Sebagai contoh,seorang
mahasiswa yang kebetulan Ia tergabung dalam Organisasi Masyarakat yang menjadi basis di kampus,Ia sekaligus memiliki identitas lain dalam waktu bersamaan,sepeti Ia yang juga
seorang pecinta senja,Ia juga seorang pecinta kucing,dan lain sebagainya.Bahkan identitas
terkecil seperti perbedaan makanan kesukaan juga harus dilihat.Sehingga,apabila kita bagian
dari suatu kelompok,maka tidak berarti kita menyukai hal-hal secara langsung semua hal yang
harus menjadi ciri identitas kelompok itu.
Terdapat pertautan antara jargon"noracism"dengan narasi"organisasi legal-ilegal"namun
sekaligus bertentangan.Pertama mereka mengharapkan ketiadaan rasisme,tetapi disisi lain
mereka masih mempertahankan status quo untuk menjadi paling legal,paling benar di antara
organisasi lain.Maka penekanan frasa legal-ileg aladalah dosa besar.Kenapa begitu?Pertama,
narasi tersebut berpotensi luntuk mendiskreditkan kelompok lain,bahkan terjadinya persekusi.
Dan kedua,memunculkan narasi yang bersifat doktriner dan menciptakan mahasiswa-mahasiswa bigot.Yaitu mahasiswa yang diharapkan untuk kritis dan solutif,tetapi malah
bersikap benar sendiri dan menolak pandangan dan ideologi diluar diri dan kelompok mereka.
Jika terlanjur begitu apa yang harus kita lakukan?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun