"Memaknai pemeringkatan berarti mengakui keterbatasannya sambil memanfaatkan potensi informasinya, sembari tetap berpegang pada esensi sejati pendidikan tinggi: pengembangan ilmu pengetahuan, inovasi, pembentukan karakter, dan kontribusi nyata bagi masyarakat."
Pemeringkatan perguruan tinggi (PT) telah menjadi fenomena global yang kian marak. Dari publikasi internasional hingga lembaga domestik, berbagai daftar muncul setiap tahun, mengurutkan PT berdasarkan beragam kriteria.Â
Fenomena ini tidak hanya menarik perhatian calon mahasiswa dan orang tua, tetapi juga pemerintah, industri, dan civitas akademika itu sendiri.Â
Di satu sisi, pemeringkatan menawarkan gambaran sekilas mengenai kualitas institusi pendidikan, memberikan tolok ukur yang tampak jelas.Â
Namun, di sisi lain, muncul pertanyaan krusial: seberapa akurat dan relevankah pemeringkatan ini dalam merefleksikan esensi pendidikan tinggi, dan bagaimana kita sebaiknya memaknainya di tengah kompleksitas dunia akademik?
Di Balik Angka
Pemeringkatan perguruan tinggi seringkali didasarkan pada serangkaian indikator kuantitatif yang beragam, yang bertujuan untuk mengukur berbagai aspek performa universitas.Â
Indikator ini mencakup reputasi akademik yang dinilai melalui survei sejawat, jumlah publikasi ilmiah dan sitasi yang menunjukkan produktivitas dan dampak penelitian, rasio mahasiswa-dosen sebagai cerminan kualitas pengajaran dan interaksi, hingga pendapatan dari industri dan mahasiswa internasional yang mengindikasikan relevansi global dan kolaborasi.Â
Lembaga pemeringkat besar seperti QS World University Rankings, Times Higher Education (THE), atau Academic Ranking of World Universities (ARWU) masing-masing memiliki metodologi yang unik dan spesifik, dengan memberikan bobot berbeda pada setiap kriteria.Â
Sebagai contoh, QS dikenal memberikan bobot besar pada reputasi akademik yang didapatkan dari survei peer review dan pemberi kerja, mencerminkan persepsi global terhadap kualitas pengajaran dan lulusan.Â