Mohon tunggu...
Danang Hamid
Danang Hamid Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance, father of three and coffee

Voice Over Indonesia Talent, Radio, Father of three and Black coffee

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sekali Lagi, Saya Masih Laki-Laki

14 November 2022   19:57 Diperbarui: 14 November 2022   20:03 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Foto by Canva Library

Di suatu senja, pada sebuah hari di Jalan kenari Kota Sukabumi melintas seorang pengamen berambut panjang, menggunakan setelan jeans ketat dan atasan baju berlengan panjang dengan belahan di bagian pundak yang biasa digunakan para wanita agar terlihat lebih menarik dan seksi.Jalannya melengak-lenggok, pinggul digoyang ke kanan juga ke kiri. 

Pengamen tersebut melangkah menghampiri halaman depan kantor tempat saya bekerja tahun 2017 silam. Ia menghampiri kami yang sedang terduduk di kursi yang terletak di luar ruangan lalu ia segera beraksi, ketika aksinya belum selesai saya mempersilakan dirinya masuk ke ruang tamu dan mengajaknya berbicara untuk keperluan pemberitaan, tak dinyana ia pun bersedia berbincang.

Saya mengawali bertanya dengan pertanyaan standar, apa kabar dan siapa namanya? Ia mengaku bernama Olla, saya tanya adakah nama panjangnya? Dia jawab tanpa nama panjang. Saya melihat ada sedikit rasa canggung dari raut muka dia, tapi ia berhasil menyembunyikannya dengan memalingkan muka ke arah lain di mana sebuah pertanyaan tiba-tiba terdengar

"Kunaon loba nu kieu ayeuna (Mengapa banyak yang seperti ini sekarang)?" keluh seorang teman, namun pengamen ini tak menghiraukan karena ia tahu pertanyaan itu tidak dilayangkan untuknya. Lalu, pertanyaan untuk siapa? mungkin ia layangkan kepada orang-orang yang dianggap bertanggung jawab terhadap terjadinya fenomena sosial ini.

Balutan bedak yang tipis cukup rapi dioleskan di wajahnya tanpa kesan berlebih, dengan bulu mata hitam lentik  tempelan sesekali berkedip genit, bibir dipoles lipstick berwarna merah dan rambut diurai panjang serta balutan pakaian perempuan yang ia kenakan nyaris membuatnya nampak seperti perempuan.

"Tapi saya laki-laki, lho kang! Asli masih laki-laki sampai sekarang," terang dia dengan suara baritonnya.

Dalam percakapan kami bersama kawan lainnya saat itu  pria ini tidak malu-malu mengungkap alasan mengapa dirinya berpenampilan seperti perempuan. Dirinya menuturkan, bahwa sejak perceraian dengan istrinya akibat intervensi mertua dalam urusan rumah tangganya, segala sesuatu yang berhubungan dengan perjalan hidupnya harus ia mulai kembali dari awal. Termasuk mengumpulkan uang untuk biaya hidup, membayar sewa kost-kost-an, bahkan untuk melengkapi gaya hidupnya, "Saya ingin beli HP-android," kata dia.

Pengamen ala waria asal Bandung ini melakukan atraksi ngamennya dengan hanya bermodalkan kepingan kaleng bulat, yakni bekas tutup botol minuman yang disusun sedemikian rupa hingga mempunyai bunyi mirip suara kecrek ketika digoyang-goyang dan dibenturkan ke tangan. Kecrek bisa jadi merupakan salah satu instrument asli Indonesia, karena bisanya dimainkan pada pertunjukan atau permainan Gambang  Kromong, seni musik dari Betawi atau bisa kita temukan dalam seni perdalangan.

"Sebetulnya saya bisa memainkan gitar, tapi dalam dunia bencong, tak pernah ada yang ngamen dengan iringan gitar," terangnya. Menurutnya sudah merupakan ciri khas para pengamen (ala) waria, menggunakan Kecrek, Bass Betot atau tape player yang dibuat secara custom sehingga bisa ditenteng saat beraksi untuk berkaraoke ria keliling sebuah daerah. Dan ia mengaku dengan profesinya itu bisa meraup ratusan ribu rupiah dalam sehari, "kalau lagi sepi lima puluh ribu aja mah, dapat" kata dia.

Meski demikian, pria yang saat itu mengaku tinggal di daerah Cijangkar, Sukabumi ini menceritakan bahwa dirinya sudah merasa jenuh dengan pekerjaannya. Rasa bosan dan jenuh yang ia rasakan akibat tak sedikit orang-orang yang menggoda, mem-bully, menertawakan dan bahkan melakukan tindakan kekerasan secara fisik, namun ia mengaku terpaksa melakukannya karena hal tersebut adalah pilihan yang paling mudah.

Sekali waktu, Olla mengatakan dirinya dipanggil oleh segerombolan anak-anak muda yang tengah nongkrong-nongkrong menghabiskan malam di jalanan, kebetulan dirinya lewat di hadapan mereka. "Saya kira mau dibayar, eh malah dipukuli sambil berkata enggeus siah jung indit kaditu! (Udah, lu pergi sana!)," kenang Olla sedikit muram.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun