Lima buah mobil, pagi jelang siang itu siap mengantarkan rombongan orangtua pengantin laki-laki ke tempat pestanya, di rumah pengantin perempuan di Jorong Paninjauan.
Dua dari lima mobil itu merupakan bak terbuka. Mantap, dan tentunya memuat banyak orang di dalamnya.
Usai pihak keluarga pengantin perempuan menjemput pengantin laki-laki di Belubus, pengantin laki-laki, Mohammad Ilyas Imam Marajo langsung naik mobil yang menjemput itu.
Dia berangkat duluan karena harus berpakaian pengantin di tempat istrinya, Gina.
Sebuah tas besar berisi pakaian pun diusungnya ke rumah istrinya. Itu belum semua. Masih ada yang tinggal, dan nanti rombongan orang kampung yang membawa.
Ada satu koper lagi. Lalu beras, padi yang dihiasi dengan arai pinang dan bunga perindu, lalu aneka makanan berupa kue dan makanan khas Limapuluh Kota.
Begitu juga selimut tebal pemberian bakonya juga ikut diangkut sekalian. Begitu benar kalau anak laki-laki beristri dan diperelatkan secara adat kampung, kearifan lokal yang lazim adanya di Luhak Nan Bungsu itu.
Beras, sebagai makanan pokok, adalah lambang kehidupan. Maklum anak ini baru kawin, tentu belum bisa berusaha. Dia masih sibuk bersilaturahmi ke dunsanak pengantin perempuan.
Dan beras itulah yang akan ditanak selama masa transisinya di rumah barunya itu. Sementara, kue dan aneka makanan lainnya, adalah cenilah perintang hari. Pokoknya, anak itu tak boleh tidak makan.
Makan untuk menguatkan tulang bekerja dan beramal, serta berusaha. Sementara pakaian lengkap plus selimut, tentu persiapan agar sang anak tidak bolak-balik ke rumah orangtuanya untuk menjemput pakaian.