Hari ini, Kamis (30/9/2021) adalah peringatan gempa besar yang ke-12. Gempa besar yang terjadi Rabu 30 September 2009 merupakan musibah dan bencana yang maha dahsyat.
Ratusan masyarakat terkubur tak bisa lagi di evakuasi, ribuan rumah punah, fasilitas umum hancur berantakan. Tak hanya Padang Pariaman saja yang mengalami musibah besar 12 tahun yang lalu itu, Kota Padang juga luluhlantak oleh hempasan gempa.
Saking besar dan mendalamnya duka masyarakat akibat gempa, tiap tahun tepatnya 30 September setelah gempa berlalu, selalu diperingati musibah besar itu. Ada banyak kegiatan dilakukan yang bernuansa relegius, seperti zikir bersama, untuk kembali mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa.
30 September tahun ini, sepertinya peringatan musibah gempa itu langsung Tuhan yang menurunkan peringatannya, dengan cara mendatangkan musibah pula.
Musibah banjir dan longsor serta pohon tumbang sejak 29 September ini menjadi cambuk tersendiri oleh masyarakat Padang Pariaman.
Dari kampung Tanah Taban Pasie Laweh Lubuk Alung dilaporkan dua rumah warga tertimbun longsor, dan merenggut tujuh nyawa sekaligus.
Sebagai daerah yang rawan akan berbagai bencana dan musibah, Bupati Suhatri Bur dan Wabup Rahmang langsung turun ke lapangan, meninjau dan bekerja mengevakuasi korban yang masih dalam pencarian hingga siang Kamis, tepat 30 September.
Sungguh duka yang amat mendalam bagi masyarakat dan pemimpinnya. Musibah memang datang tanpa adanya pemberitahuan sebelumnya.
Musibah datang tiba-tiba. Hujan lebat yang disertai angin kencang Rabu itu membawa korban jiwa. Di Ulakan, seorang meninggal akibat hempasan pohon besar yang tumbang.
Seorang warga Kuranji Hulu, Kecamatan Sungai Geringging yang sedang ikut Basafa di komplek makam Syekh Burhanuddin. Sebab, Rabu itu adalah wirid Safa Ketek namanya di makam ulama pengembang Islam di Minangkabau itu.