Mohon tunggu...
Daffa Alief
Daffa Alief Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sosiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bercita-citalah setinggi langit, jika jatuh maka akan di atas bintang-bintang.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memaknai Hari Kartini Versi Perempuan Masa Kini

22 April 2021   12:29 Diperbarui: 22 April 2021   12:39 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Idealnya, tulisan dengan judul seperti ini ditulis dan dibagikan oleh seorang perempuan yang berjiwa layaknya R.A Kartini. Akan tetapi, karena api semangat perjuangan yang dilakukan oleh R.A Kartini tidak berlaku hanya untuk perempuan saja, namun laki-laki---seperti saya dan ilham pun---mampu terbakar oleh api semangat beliau yang ingin mengangkat derajat dan martabat kaum perempuan.

Disclaimer: tulisan ini hasil tukar pikiran antara saya dengan teman saya yaitu Ilham, dan beberapa jawaban dari kartini-kartini muda yang hidup di masa kini---Elsya, Dea, Tiara dan Pinkan. Jika ada yang keberatan dan ingin memberikan kritik, saya tidak sungkan untuk menerima dengan senang hati.

Tulisan ini dihasilkan dari empat pertanyaan yang diajukan secara sederhana, yakni (1) apa arti dari perayaan hari kartini, (2) bagaimana cara untuk merayakan hari kartini, (3) karena kartini sudah mengemansipasikan wanita, lantas apa hal "terbebas" yang bisa perempuan lakukan saat ini, (4) setelah di beri istilah "bebas", apa kegiatan selanjutnya yang ingin dicapai atau dilakukan.

Bagi kami, perayaan hari kartini bukanlah sekadar tentang mengucapkan "selamat hari kartini" ataupun menuliskan kutipan-kutipan yang bermakna dari beliau, melainkan ada aspek yang lebih luas dari itu. Perayaan hari kartini merupakan perayaan kebebasan perempuan atas penindasan yang pernah mereka alami di zaman-zaman ke belakang khususnya di Indonesia. Perayaan hari kartini juga sebuah bentuk pencapaian yang luar biasa, di mana wanita disamaratakan, tidak ada perbedaan gender, semua berhak menuntut ilmu, dan semua berhak berkarier. Hari kartini juga suatu bentuk mungkin bisa dibilang suatu apresiasi untuk wanita karena tanpa adanya wanita yang cerdas, juga sangat amat kecil kemungkinan lahir orang-orang cerdas. Contoh ibu kita.

Cara-cara untuk merayakan hari kartini ini bisa bermacam-macam, jika saat menjadi pelajar dulu, semua siswa merayakannya dengan memakai pakaian-pakaian adat dan berbusana layaknya R.A Kartini. Namun, seiring dengan perpindahan jenjang pendidikan kita dari tingkat pendidikan menengah ke jenjang yang lebih tinggi, maka cara merayakannya pun juga berbeda dari sebelumnya.

Cara-cara perayaan hari kartini ini lebih kepada pemberian hak wanita untuk berekspresi sepanjang waktu, hargai wanita sebagai mana dia manusia yang sama seperti kaum lelaki dengan hak dan kewajiban yang dimiliki masing-masing dan juga yang terakhir sebarkan pikiran positif ini kepada semua orang yang dirasa minim pengetahuan tentang apa yang dinamakan dengan kesetaraan peran sosial manusia berdasarkan jenis kelaminnya. Lalu, ditambah dengan kita mengeskpresikan diri seperti contohnya Dea yang suka berbagi kalimat positif ke teman dunia mayanya dan ia juga suka support and respect perempuan-perempuan lainnya. Karena, kata Dea "only women who stand for women".

Pertanyaan ketiga lebih condong untuk dijawab oleh perempuan-perempuan nya langsung. Maka, menurut Dea versi "bebas" menurutnya adalah dengan to decide my own future. Tapi berbicara tentang "bebas", nyatanya masih banyak perempuan di luar sana yang tidak pernah bebas dalam artian yang sesungguhnya. Masih banyak anak perempuan yang bernasib tidak sebaik yang lainnya, contohnya banyak anak perempuan yang putus pendidikannya, yang nikah sebelum waktunya, korban pelecehan, diskriminasi di tempat kerja, dan lainnya. Hal ini selaras dengan yang diungkapkan oleh Pinkan, ia menambahkan bahwa sebenarnya kaum perempuan nyatanya belum bebas secara seutuhnya karena kita (kaum perempuan) masih dibatasi oleh stigma-stigma yang seolah-olah mengurung kaum perempuan seperti "Yang jadi pemimpin di suatu organisasi atau pekerjaan itu harus laki-laki" "perempuan kodratnya harusnya di dapur apapun pendidikannya" "jadi perempuan harus lemah lembut dan tidak boleh banyak aksi" itulah segelintir kalimat yang diutarakan oleh Pinkan sebagai bentuk atas perwujudan pemikirannya.

Lalu di sambung dengan Ziah yang mengatakan bahwa karena ia bebas, maka ia akan menjalankan tanggung jawabnya tersebut dengan melakukan kemerdekaan belajar atau menjalankan kebebasan untuk menikmati proses pembelajaran, serta banyak generasi sekarang yang bebas dari pemikiran kolot bahwa pemimpin itu bisa siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan.

Bagi Tiara---ia ingin bebas menjadi pemimpin---karena orang-orang dulu lebih mengagung-agungkan laki-laki untuk menjadi seorang pemimpin. Sama halnya dengan Tiara, Elsya mengekspresikan bebas dengan cara wanita bisa belajar lebih tinggi, wanita bisa bekerja dan berkarier seperti halnya laki-laki dan yang terpenting wanita bisa menjadi pemimpin---entah di ranah domestik maupun ranah publik.

Tulisan ini ditutup dengan hal-hal yang ingin dilakukan oleh masing-masing dari mereka yang ingin mengekspresikan arti "bebas" menurut keinginan mereka masing-masing. Elsya ingin mengejar mimpinya, karena menurutnya "everything is possible". Dea ingin menggunakan kemampuan dia untuk bersuara dan menggaungkan hal-hal yang seharusnya perempuan tidak takuti. Seperti, perempuan tidak takut untuk keluar malam, tidak seharusnya mengalami pelecehan seksual, dan Dea menginginkan bahwa para penyintas pelecehan seksual untuk berani speak up atas trauma yang terjadi tanpa harus merasa khawatir dikucilkan oleh lingkungan sekitarnya. Kemudian, Tiara ingin mengembangkan dirinya lagi untuk mencoba hal-hal baru yang selama ini belum ia lakukan---mungkin dengan cara mengambil peran tertentu untuk berkontribusi di lingkungan sekitar, entah itu di lingkungan kampus atau di lingkungan rumah.

Terakhir, Pinkan bertujuan untuk mengedukasi masyarakat khususnya laki-laki kalo patriarki itu tidak hanya merugikan perempuan---akan tetapi, merugikan laki-laki juga---mengedukasi perempuan dan laki-laki itu setara tidak ada batas atau sekat lagi yang membedakan perempuan dan laki-laki. Pinkan mengatakan bahwa "perempuan hebat didefinisikan sebagai perempuan yang berani bersuara" jika dikaitkan dengan konsep "bebas" yakni ketika ia bebas bersuara menyuarakan opininya sebagai perempuan tanpa harus takut ataupun ragu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun