Mohon tunggu...
Daffa nayudhistira
Daffa nayudhistira Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Hukum UIN JKT

Berdo'a , Berusaha dan Bersabar

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Neo-Money Politics

26 November 2020   14:43 Diperbarui: 26 November 2020   14:49 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan umum (Pemilu) adalah proses memilih seseorang untuk mengisi jabatan politik tertentu. Jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari jabatan presiden/eksekutif, wakil rakyat/legislatif di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala daerah

Pemilihan umum diwarnai dengan ditandanya sebagai pesta demokrasi, karena masyarakat beramai-ramai menyambutnya. Namun selain pemilihan ada aktivitas-aktivitas prapemilihan, seperti kampanye, masa sosialisasi, pendaftaran dan lain-lain. Didalam kampanye , sudah tidak asing kita mengenal kata "money politics" atau dalam Bahasa Indonesia disebut dengan politik uang.

Money Politics ini di Indonesia sangat familiar karena para calon pemimpin daerah ataupun pusat sangat mengedepankan sistem ini karena dinilai mudah mendapatkan suara masyarakat dengan cepat.

Namun , dalam perkembangannya sistem ini di larang oleh pemerintah dan KPU karena dinilai perbuatan buruk dan tidak jujur, yang mana pemilu di Indonesia harus LUBER dan JURDIL. Oleh sebab itu , pemerintah mengeluarkan UU tentang money politics dalam UU tersebut, spesifiknya pada pasal 187 huruf a ayat satu dan dua, pemberi maupun penerima politik uang akan sama-sama mendapatkan sanksi, berupa pidana penjara minimal 36 bulan dan maksimal 72 bulan. Selain itu juga pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar. Jadi tidak ada toleransi bagi pemberi maupun penerima money politics.

Faktanya , money politics di Indonesia telah di modifikasi sedemikian rupa. Pada era sekarang ini , money politics bukan lagi pemberian uang tunai , tetapi dengan pemberian barang-barang secara tersirat untuk masyarakat agar memilihnya.

 Contoh nya di kota A , di kota A sedang ada pemilukada. Lalu di salah satu kampung , pasangan calon mendatangi kampung tersebut dan memberikan seperangkat alat olahraga yaitu Tenis Meja. Padahal, dalam undang-undang dijelaskan bahwa Pasal 523 ayat (1) berbunyi: setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye Pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.OOO.OOO,OO (dua puluh empat juta rupiah). Disini tercantum "memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta." , ini merupakan penafsiran bahwa barang pun termasuk objek money politics.

Apakah sudah tegaskah hukuman untuk para pelaku ? tentu , tapi mengapa masih adanya perilaku tersebut di masyarakat ? karena merupakan kesalahan masyarakat yang dengan mudahnya di iming-imingi uang , bukannya memikirkan masa depan. Kita sebagai seorang yang berintelektual dan integritas harus bisa membuat masyarakat berubah dan sadar tentang kemudharatan dari money politics ini.

Masyarakat harus diberikan sosialisasi mendalam tentang sanksi money politics ini. Lalu, berikanah sedikit edukasi untuk meminta kepada calon penghidupan yang layak dan pembangunan yang berprogresif.

Masyarakat seharusnya memaksa calon agar mengamini permintaannya seperti , pembukaan lapangan kerja sebanyak-banyaknya , meningkatkan infrastruktur dan memperbaiki infrastruktur yang mulai rusak , meningkatkan keamanan dan kenyamanan dan lain lain.

Inilah yang harus disadari di masyarakat. Agar setiap daerah dapat memiliki pemimpin yang berkompeten , berkredible dan berintegritas untuk masyarakat. Bukan hanya menjabat demi kepentingan pribadi atau bahkan kepentingan suatu golongan.

Yang jelas harapan dari penulis ialah agar sistem demokrasi di Indonesia bisa lebih berkualitas dan lebih bersih. Pun , masyarakat bisa lebih paham mengenai demokrasi dan perpolitikan pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun