Mohon tunggu...
M Daffa Rafiecena
M Daffa Rafiecena Mohon Tunggu... Mahasiswa - Memberi inspirasi bukan sensasi

Lahir di Jakarta, traveler, culinary and movies lover, Mahasiswa Hukum, Sedang menata masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kalau Saya sebagai pak Nadiem, Beberapa Poin Ini akan Jadi Kebijakan

10 Januari 2020   20:20 Diperbarui: 14 Januari 2020   21:41 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjadi menteri untuk membantu presiden sesuai bidang memang berat apalagi taruhannya kepentingan bangsa, namun jika dijalankan dengan niat dan pengalaman terkait apa bidang yang harus dikerjakan dimiliki menarik pasti terasa menyenangkan seperti dialami bu Susi pada saat menajdi menteri KKP ekspor hasil laut Indonesia meningkat.

Saya tidak sedang membahas bu Susi, melainkan sosok dibalik kesuksesan Gojek sebagai aplikasi anak bangsa menjadi vital digunakan apalagi kalau bukan pak Nadiem Makariem CEO muda lulusan Harvard, menjelma menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Coba seandainya beliau tidak membangun aplikasi ini, pasti bagaimana kita pulang malam, laper tapi males jalan, mau bayar tapi gak bawa dompet, pak Nadiem benar-benar hero legend dah.

Saat pak Jokowi mengumumkan Nadiem diangkat sebagai menteri pendidikan, pasti kita sempat berpikir kalau sekolah yang akan datang membayar SPP dan jajan di kantin dan koperasi bisa pakai aplikasi, kalau ada tugas dan PR sesuai dengan aplikasi, menurut saya dugaan tersebut memang receh.

Tapi jangan salah saya yakin kalau pak Nadiem punya niat memajukan pendidikan di Indonesia untuk menghadapi industri 4.0, karena pendidikan di Indonesia menjadi beban tersendiri pada generasi muda salah satunya UN menjadi momok tersendiri selama puluhan tahun.

Dengan pengalaman kuliah di Harvard, beliau mencoba menerapkan sistem pendidikan luar negeri untuk Indonesia, salah satunya menghapus UN, lalu diganti dengan penilaian berdasarkan numerik dan literasi, sayang baru bisa diterapkan pada tahun 2021 untuk memberi kesempatan generasi muda untuk belajar mempersiapkan UN terakhir kali pada tahun ini, walau begitu bisa menjadi angin segar untuk pendidikan pada masa mendatang.

Menurut saya kebijakan pak Nadiem dalam mengubah peta pendidikan Indonesia masih terdapat kekurangan, seandainya saya menjadi pak Nadiem, atau menjadi wakilnya boleh juga saya ingin memasukan poin berupa kebijakan yang seharusnya penting dilaksanakan.


4 hari belajar dalam seminggu 

Kak Seto sebagai pemerhati anak menanggapi penghapusan UN pada 2021 mendatang merupakan kabar baik, karena seorang anak harus dinilai berdasarkan kemampuan dan karakteristik bukan melalui hafalan.

Beliau juga menyarankan pada Mendikbud tersebut untuk hari anak sekolah 3 hari dalam seminggu, bahkan beliau menyampaikan murid dalam sekolahnya merasa tak terbebani dan meraih prestasi penerapan tersebut.

Atas saran beliau seperti merasa kurang menurut saya karena jumlah mata pelajaran cukup banyak, maka saya memberi poin dengan hari sekolah pada Senin sampai Kamis full pelajaran, dan hari Jumat kegiatan keagamaan dan beberapa eskul. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun