Mohon tunggu...
Nur Terbit
Nur Terbit Mohon Tunggu... Jurnalis - Pers, Lawyer, Author, Blogger

Penulis buku Wartawan Bangkotan (YPTD), Lika-Liku Kisah Wartawan (PWI Pusat), Mati Ketawa Ala Netizen (YPTD), Editor Harian Terbit (1984-2014), Owner www.nurterbit.com, Twitter @Nurterbit, @IniWisataKulin1, FB - IG : @Nur Terbit, @Wartawan Bangkotan, @IniWisataKuliner Email: nurdaeng@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Wartawan Siap Kerja di Bawah Tekanan

21 Mei 2021   23:06 Diperbarui: 21 Mei 2021   23:38 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dua dari sekian buku hasil kumpulan tulisan selama bekerja sebagai wartawan di bawah tekanan (dok pribadi Nur Terbit)

Pekerjaan wartawan itu gak gampang loh. Harus siap bekerja di bawah tekanan. Dari tekanan pimpinan dan redaktur di kantor, hingga tekanan dalam mengejar deadline. Yakni batas akhir pemuatan atau setor berita.

Kalau ditanya apakah pernah memiliki rekan kerja yang gemar bergosip? Atau teman semeja yang selalu merasa dizalimi oleh bos setiap kali diberi penugasan? Atau atasan yang suka melempar tanggung jawab?

Wah, itu semua ada dan pernah saya alami di dunia wartawan. Istilahnya berada di lingkungan lingkungan kerja toksik. Saya mulai mengenal dunia tulis menulis -- cikal bakal menjadi wartawan -- sejak di bangku Sekolah Dasar (SD). 

Saya terus terang senang dengan pelajaran bahasa Indonesia saat disuruh mengarang cerita. Ikut lomba antar kelas. Bahkan pernah juara mengarang antar sekolah se kabupaten Maros, Sulsel.

Dari kemampuan menulis ini, kemudian timbul keberanian untuk mengirimkannya ke media. Alhamdulillah dimuat dengan honor yang lumayan buat nambah uang jajan hehehe...

Dari mengirim puisi, cerita anak, cerpen remaja, berbagai artikel untuk dimuat di koran daerah saya di Makassar Sulawesi Selatan. Namanya harian Pedoman Rakyat (PR), koran tertua di Indonesia Timur yang kini sudah almarhum.

Setelah tamat Pendidikan Guru Agama (PGA, setingkat SMA), makin rajin menulis di koran daerah. Sampai kemudian ada penerimaan wartawan. Saya coba melamar dan diterima (1980).

Sempat menjalani 2 tahun, lalu pindah ke koran terbitan Jakarta (grup Pos Kota) yang mencari koresponden, atau wartawan daerah yang menulis untuk koran terbitan Jakarta (Nasional). Itu terjadi 1980-1984.

Waktu saya masih koresponden di Makassar dan bantu-bantu ngedit berita wartawan sebelum dikirim ke Jakarta, gaji saya waktu itu  sudah Rp150.000.

Eh begitu pindah ke Jakarta bergabung di Redaksi di Jakarta, gaji pertama saya di Harian Terbit tahun 1984 cuma Rp55.000/bulan. Bukannya naik tapi malah turun hahahahaha....

Tapi Alhamdullah, ada kebanggaan lain. Status kewartawanan saya naik. Dari semula wartawan daerah (koresponden), naik menjadi wartawan ibukota. Preeettt...hehe

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun