Sudah begitu, penerangan listrik pun mendadak padam. Lingkungan di mana-mana gelap-gulita. Lengkap sudah penderitaan. Hidup bagai di gua, balik ke zaman batu. Selama 10 jam listrik padam, dari pukul 02.00 dinihari hingga pukul 12.00 WIB. Esok harinya.
Video ini, adalah hasil rekaman saya, saat detik-detik air masuk ke dalam rumah, sekitar pukul 02.00 Wib, Minggu 23 Februari 2020 dini hari. Rumah di mana si kakek dan si nenek, sedang menginap di rumah cucu.
Maka, ketika debit air makin besar, genangannya makin terus meninggi, upaya evakuasi pun dilakukan. Kakek, nenek dan cucu dua gadis cilik kami, mengungsi ke mobil yang diparkir di tepi jalan. Berderet panjang di samping Rutan Salemba. Sementara si ayah, ibu dan tante, terpaksa "ronda malam" nunggu air surutÂ
Subuh dinihari, adzan berkumandang. Baru sadar, sudah hampir 3 jam berendam di air. Beres-beres perabot. Memindahkan apa yang bisa dipindahkan. Biar posisinya lebih tinggi dari genangan air. Celana dan baju ikut basah kuyup.
Semua sibuk, meski sedikit mulai panik. Di luar, hujan semakin deras. Air juga semakin deras mengalir ke dalam rumah. Beberapa perabot plastik sudah mengambang. Juga mainan cucu, yang belum sempat diberesin dari semalam, terlihat "berlayar" kesana-kemari.
Nah, yang nyinyir, pasti bilang, "Ini salah Anies". Lah, yang banjir se Jabodetabek? bahkan nun jauh di sana, juga kebagian banjir. Masak semuanya gara-gara Anies? Bagaiamana dengan Gubernur lain, atau Gubernur DKI Jakarta sebelumnya?
Sudahlah. Nikmati sajalah. Ini faktor alam. Cuaca ekstrim, bukan es krim. Semuanya atas kehendak Allah. Lebih baik kita semua berdoa. Semoga Allah melindungi kita semua. Aamiin...
Meski ditimpah musibah banjir, saya dan keluarga bersyukur. Terbayang bagaimana penderitaan dan nasib saudara kita yang lain. Rumah terendam. Perabot hancur, dan banjir hanya menyisakan atap rumah. Ada yang korban karena hanyut. Juga tak sedikit yang meregang nyawa tersengat listrik.
Ikamah, kamat, atau iqamat (bahasa Arab: ) sudah terdengar dari mesjid komplek, sayup-sayup memanggil dari kejauhan. Itulah panggilan atau seruan segera berdiri untuk salat (berjemaah).
Kaki melangkah pelan, menuju mesjid terdekat. Menerobos genangan air di jalan. Deretan mobil yang diparkiran di tepi jalan, juga mulai kemasukan air. Di teras mesjid, ternyata sudah ada beberapa warga "pengungsi" banjir.Â