Di tengah isu krisis energi dan perubahan iklim global, Indonesia sebenarnya menyimpan "emas hijau" yang selama ini kurang mendapat sorotan: aren (Arenga pinnata). Tanaman yang akrab dengan kehidupan masyarakat Sunda ini ternyata bukan sekadar penghasil gula merah atau kolang-kaling. Dari nira pohon aren, bisa dihasilkan bioetanol dengan produktivitas yang jauh lebih tinggi dibanding tebu atau singkong.
Bayangkan, satu hektare pohon aren mampu menghasilkan hingga 20.000 liter bioetanol per tahun. Jika dikelola dengan serius, Jawa Barat bisa menjadi salah satu pusat energi hijau berbasis kearifan lokal.
Namun, ada masalah besar: luas perkebunan aren di Jawa Barat terus berubah. Sebagian menyusut akibat alih fungsi lahan, pembangunan perumahan, hingga tekanan urbanisasi. Di sisi lain, beberapa wilayah masih menunjukkan peningkatan karena masyarakat sadar akan nilai ekonominya. Sayangnya, selama ini pemerintah dan petani belum punya alat prediksi yang handal untuk mengetahui arah perubahan lahan tersebut.
Di sinilah riset terbaru dari tim dosen Universitas Majalengka hadir membawa angin segar. Penelitian berjudul "Prediksi Perubahan Luas Perkebunan Aren di Jawa Barat Berbasis Geospasial dengan Algoritma ARIMA dan Machine Learning" menghadirkan pendekatan baru untuk membaca masa depan perkebunan aren.
Dengan memanfaatkan Artificial Intelligence (AI), khususnya algoritma ARIMA dan Machine Learning (Random Forest & LSTM), tim peneliti membangun model prediksi perubahan lahan perkebunan aren. Tak hanya berhenti di angka, hasil riset ini juga dipetakan secara geospasial melalui teknologi GIS (Geographic Information System).
Artinya, data bukan lagi sebatas tabel atau grafik, tapi bisa divisualisasikan langsung di peta interaktif Jawa Barat. Pemerintah, petani, dan masyarakat bisa melihat wilayah mana yang rawan kehilangan perkebunan aren, serta daerah mana yang berpotensi tumbuh menjadi sentra baru.
Hasil awal penelitian menunjukkan bahwa wilayah selatan Jawa Barat, seperti Tasikmalaya dan Sukabumi, memiliki prospek besar untuk pengembangan aren. Sementara itu, daerah yang dekat dengan kawasan urban seperti Bogor dan Bekasi menghadapi tantangan serius akibat alih fungsi lahan.
Dengan adanya prediksi berbasis AI ini, pemerintah daerah bisa:
Menyusun kebijakan tata ruang yang lebih berkelanjutan
Memberikan perlindungan bagi lahan perkebunan potensial
Mendorong program bioetanol sebagai energi terbarukan nasional
Membantu petani aren dalam menjaga kesinambungan usaha mereka
Lebih jauh lagi, inovasi ini sejalan dengan agenda net zero emission 2060 yang dicanangkan pemerintah Indonesia. Aren, yang dulu dianggap "pohon kampung", kini berpeluang menjadi salah satu ikon energi hijau Nusantara.
Riset ini menunjukkan bahwa inovasi tidak selalu datang dari kota besar atau institusi internasional. Justru dari kampus daerah seperti Universitas Majalengka, lahir terobosan berbasis teknologi canggih yang berakar pada kearifan lokal.
Ke depan, penelitian ini akan terus dikembangkan, termasuk dengan menambahkan data iklim jangka panjang, integrasi kebijakan tata ruang, hingga pembuatan dashboard digital yang bisa diakses publik.