"A', Ayah, nih, payah, A'," gerutu anak keduaku kepada kakaknya kala kami memilih majalah-majalah yang berserakan di hamparan yang memanjang di kios majalah bekas yang ada di kota kami.
"Ayah kan, pelit, De," jawab sang kakak dengan nada yang sama jengkel.
Aku yang mendengar percakapan kedua anakku tadi hanya bisa tersenyum tanpa mau menanggapinya.
Kusibukkan diri untuk tetap mencari novel diantara ratusan novel yang sama berserakannya, novel yang sedang trend tapi dengan harga miring. Maklum novel bajakan. Hihihi!
Aku memaklumi kegusaran keduanya. Kekecewaan yang mereka rasakan. Soalnya, tadi, sebelum berada di kios majalah bekas ini, aku mengajak kedua anakku mampir di Gramedia.
Semangat sekali mereka menjelajah ruangan yang dipenuhi dengan buku-buku berkualitas itu. Si kecil membukai buku mewarnai, terhanyut dengan menariknya komik-komik, sementara si sulung membaca majalah dan sesekali menanyai aku, ayahnya, tentang isi buku yang dipegangnya.
Setelah satu jam lebih kami berkelana di ruangan yang tenang dan nyaman itu, diantara para pengunjung lain yang juga sama tenggelam dalam indahnya dunia kata-kata, kuajak mereka pulang.
Saat menyerahkan buku-buku yang mereka rekomendasikan untuk dibeli, aku, dengan susah payah, merayu mereka agar membatalkan niat mereka. Dengan segala kemampuan yang ada, akhirnya aku mampu membuat mereka menyerah dan mengikuti sang ayah keluar gedung itu tanpa buku-buku yang dikehendaki.
Ada kekecewaan di mata mereka, itu yang membuat aku, ayah mereka, merasakan kekalahan yang teramat. Ayah mana yang mau mengecewakan anak-anaknya. Tapi, kondisi keuangan yang tak memungkinkan untuk memenuhi hasrat membaca mereka. Kata orang, harga buku di negeri ini masih wajar, tapi, bagi aku, sang kepala rumah tangga, ada pilihan lain yang lebih utama untuk dipenuhi daripada buku. Bagi kami, entah bagi keluarga lain, buku itu barang mewah.
Dan inilah, diantara majalah-majalah bekas di kios yang lusuh, aku membudayakan kebiasaan membaca anak-anakku dengan menyesuaikan kemampuan keuangan.
Ditengah gerutuan dan kekecewaan mereka, akhirnya kami pulang dengan tas plastik di tangan kedua anakku. Tas plastik berisi majalah Bobo terbitan tahun kemarin, buku mewarnai seharga lima ribu rupiah, dan komik Sinchan edisi bajakan.