Mohon tunggu...
da.styawan
da.styawan Mohon Tunggu... Lainnya - Statistisi Pertama

Statistisi Pertama BPS Kabupaten Kebumen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pengangguran Kaum Terdidik dan Janji Kandidat Pemimpin Jawa Tengah

23 September 2018   13:31 Diperbarui: 23 September 2018   13:51 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tahun 2018 ini Provinsi Jawa Tengah akan memilih pemimpin baru. Dua kandidat telah muncul ke permukaan. Mereka adalah pasangan Ganjar Pranowo -- Taj Yasin dan Sudirman Said - Ida Fauziyah. 

Masing-masing kandidat mulai memperkenalkan visi dan misinya kepada masyarakat. Visi dan misi dari kedua kandidat tersebut memiliki muara yang sama, yaitu terwujudnya kesejahteraan masyarakat Jawa Tengah. Mereka pun mengucap janji yang sama, di antaranya menurunkan angka kemiskinan dan pengangguran di Jawa Tengah.

Target menurunkan tingkat pengangguran di Jawa Tengah merupakan tantangan tersendiri bagi para kandidat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran terbuka di Jawa Tengah selama lima tahun terakhir memang memperlihatkan tren penurunan. 

Pada tahun 2013, tingkat pengangguran terbuka di Jawa Tengah sebesar 6,01 persen, kemudian menurun menjadi 4,57 persen pada Agustus 2017. Namun terdapat suatu potret yang menarik jika kita melihat proporsi pengangguran berdasarkan tingkat pendidikan, khususnya dari kelompok pendidikan menengah dan tinggi.

Selama empat tahun terakhir, data BPS menunjukkan bahwa proporsi pengangguran penduduk berpendidikan tinggi relatif fluktuatif.  Pada Agustus 2014, proporsinya mencapai 3,42 persen kemudian meningkat menjadi 6,06 persen pada Agustus 2015. Proporsi ini sempat menurun menjadi 3,96 persen pada Agustus 2016, tetapi pada Agustus 2017 kembali meningkat menjadi 4,18 persen.

Kondisi yang sama juga terjadi pada kelompok pendidikan dasar (SMP/Sederajat dan SD/Sederajat ke bawah). Selama Agustus 2014 hingga Agustus 2017, proporsi pengangguran kelompok ini relatif fluktuatif. Pada Agustus 2014, proporsinya sebesar 4,74 persen kemudian menurun menjadi 3,10 persen pada Agustus 2015. Proporsi ini, pada Agustus 2016, kembali menurun menjadi 2,84 persen, tetapi pada Agustus 2017 meningkat menjadi 3,05 persen. 

Sebaliknya pada periode yang sama, tingkat pengangguran terbuka kelompok pendidikan menengah (SMA/Sederajat) justru cenderung memperlihatkan tren penurunan. Pada Agustus 2014 proporsi pengangguran kelompok ini sebesar 9,67 persen, kemudian sempat meningkat menjadi 10,64 persen pada Agustus 2015. Namun, pada Agustus 2016, proporsi ini menurun menjadi 10,40 persen dan pada Agustus 2017 kembali menurun hingga menjadi 8,99 persen. 

Data-data BPS di atas menggambarkan bahwa tingkat pengangguran terbuka penduduk berpendidikan tinggi relatif meningkat selama setahun terakhir. Adapun kelompok penduduk berpendidikan menengah, walaupun cenderung menurun, proporsi penganggurannya selalu tertinggi selama empat tahun terakhir. 

Padahal penduduk dari kedua kelompok ini, yang notabene merupakan kaum terdidik, lebih memiliki bekal pengetahuan dan keterampilan yang lebih baik dibandingkan penduduk berpendidikan dasar. Bekal pengetahuan dan keterampilan ini harusnya membuat kaum terdidik lebih berpeluang diterima oleh pasar kerja. Namun potret-potret yang ada justru menggambarkan kondisi sebaliknya, yakni kaum terdidik relatif masih sulit diterima di dunia kerja.

Potret tersisihnya kaum terdidik di pasar kerja, setidaknya menyuguhkan beberapa indikasi terkait kondisi lapangan pekerjaan dan pendidikan secara umum di Jawa Tengah. Pertama, lapangan pekerjaan yang tumbuh selama ini lebih dominan diciptakan untuk tenaga tidak terdidik dibandingkan tenaga terdidik. Dunia usaha lebih memilih mempekerjakan tenaga tidak terdidik yang berupah murah daripada tenaga terdidik yang berupah relatif lebih tinggi. 

Pilihan ini sangat logis dari sisi industri, sebab upah pekerja merupakan salah satu variabel dalam biaya/beban produksi. Bagaimanapun juga perusahaan akan tetap berupaya keras menjalankan prinsip-prisnsip efisiensi, salah satunya dengan menekan biaya/beban produksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun