Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengapa Saat Mendampingi Anak Belajar Kita Lebih Rentan Tersulut Emosi?

12 November 2019   23:13 Diperbarui: 8 Desember 2019   03:36 1227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi asianparent.com

Sebenarnya wajar bila kita khawatir saat si buah hati tak juga mengerti saat mengulang pelajaran sekolah di rumah. Bila ada apa-apa dengan nilai-nilai anak di sekolah, kita sebagai orangtua yang akan menanggung konsekuensinya. Guru hanya sekadar prihatin. Apalagi bila sudah (merasa) maksimal membimbing.

Itu makanya mungkin saat anak saya TK, saya asik-asik saja. Tidak merasa stress. Tidak ada yang tidak naik kelas saat TK hanya karena tidak bisa mengikuti pelajaran kan? Nah, pas SD, bila dianggap tidak mampu mengikuti pelajaran, ada kemungkinan tinggal kelas.

Itu makanya mungkin banyak orang tua yang lebih emosional saat mengajari anak sendiri belajar. Apalagi pelajaran SD sekarang lumayan sulit dibandingkan pelajaran SD zaman old. Anak kelas dua saja sudah belajar kali dan bagi. Angkanya pun sudah puluhan hingga ratusan. Buka lagi dari angka satu sampai 10.

Menyesuaikan Metode Belajar

Letih selalu emosional setiap kali mengajari anak di rumah. Saya mencoba mencari metode yang tepat. Tepat untuk saya agar tidak lagi emosional, tepat juga untuk anak saya agar ia bisa memahami materi yang diajarkan.

Saya ternyata suka emosi kala anak saya tidak memperhatikan saat saya menerangkan. Alhasil saya tidak lagi menjelaskan materi pelajaran secara verbal.

Untuk pelajaran hapalan, saya buat soal-soal secara tertulis. Saya meminta anak saya mengisi soal satu per satu. Sebelum ditulis, ia harus menyebutkan dulu jawabannya.

Bila betul, bisa langsung ditulis, bila salah saya beri tahu jawaban yang betul. Setelah semua soal terisi, saya hapus semua jawaban tersebut. Saya akan minta anak saya menulis ulang jawaban tersebut tanpa bantuan jawaban dari saya. Bila semua soal dijawab dengan benar, belajar selesai. Bila masih ada yang salah terus diulang.

Bila soal matematika, saya jelaskan dulu sebelumnya, kemudian diberi beberapa soal yang setipe. Persis sama, hanya diganti angka. Bila mampu menjawab dengan betul, belajar selesai.

Bila ada yang masih salah terus diulang. Anak sulung saya sedikit kurang teliti. Terkadang saat ulangan atau ujian suka ada soal yang terlewat tidak diisi. Dengan metode tertulis seperti ini, sekalian latihan agar tidak ada lagi soal yang terlewat tidak diisi. Padahal jawabannya ia tahu.

Agar emosi tidak memuncak, saya selalu mengupayakan belajar dari jauh-jauh hari. Bila waktu belajar mepet, sementara materi yang harus dipelajari lumayan banyak, biasanya suara rawan melengking. Terlebih bila si anak malah asik membuat doodles di buku tulis, bukannya ngebut belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun