Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Humba Dreams", Pesan Kuat dari Pulau Sumba

29 Juli 2020   16:06 Diperbarui: 29 Juli 2020   21:41 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber:https://www.imdb.com/title/tt10043746/)

Ana sendiri adalah istri yang kesepian, karena suaminya tak ada kabar selama 10 tahun setelah pergi bekerja di luar negeri.

Hubungan sentral Martin dan Ana diceritakan dengan simbol dan ragam penafsiran. Cara mereka berkenalan, cara mereka berpandangan, cara mereka berbicara, dan cara mereka intim dieksekusi begitu tajam sekaligus tersirat pertentangan nilai-nilai modern yang mereka hadapi.

Martin melambangkan modernitas yang identitasnya telah terkikis, sementara Ana simbol orang Sumba yang kebingungan dan bahkan menderita dengan modernitas itu.

Selain hubungan dengan Ana, plot cerita juga dikembangkan dari kisah reuni Martin dengan Jean Luc, teman kecilnya, yang sekarang bekerja sebagai penyiar radio Max FM.

Program-program radio yang dibawakan Jean Luc bertemakan isu-isu sosial. Seperti korban kekerasan tenaga kerja perempuan, human trafficking, kekerasan rumah tangga, dan sebagainya. Jean Luck selalu menengak peci, minuman keras khas Sumba sebelum on-air.

Sumba sudah beberapa kali dibuatkan dalam film, namun cenderung hanya menonjolkan dari sudut pandang pariwisata atau promosi liburan para orang Jakarta. Tetapi Humba Dreams lebih berfokus pada detail kecil. Riri mencoba mengambil pendekatan berbeda, ia mengangkat masyarakat Sumba dengan perspektif sarat konflik.

Ada nilai kepercayaan masyarakat entang jasad ayah Martin masih disimpan di dalam rumah. Tentang persoalan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi, buruknya infrasruktur telekomunikasi dan transportasi yang masih harus dihadapi masyarakat Sumba, dan sebagainya. 

Semua pesan ditampilkan dengan cara bijkasana namun substansial, melalui karakter-karakter reflektif dan jujur yang sangat dekat dengan keseharian, membuat kita merenungkan dan mulai berpikir apa dan bagaimana yang dapat kita lakukan untuk membantu.

Riri juga berhasil menghadirkan gambar-gambar pesona alam Sumba yang memikat dengan menampilkan sudut-sudut kota, gurun sabana, pasar tradisional, peternakan kuda, dan sebagainya. Visual mengesankan yang bercerita dengan caranya sendiri.

Pada babak akhir film yang berdurasi 75 menit ini, saya menyukai menyaksikan adegan orang desa berkumpul untuk menyaksikan rekaman rol film wasiat yang telah selesai dikerjakan Martin, membuat kita bernostalgia ria. Waktu seperti terlipat pada kenangan-kenangan membuka foto album, membaca buku, atau menulis catatan harian.

Kontras dengan keseharian kita saat ini, semua kegiatan meskipun hal sepele mesti difoto, direkam, kemudian dibagikan, tapi ribuan foto dan video yang kita buat tersebut begitu gampang terlupakan. Tak ada lagi momen yang benar-benar berharga. Semuanya sama saja, makan siang di mall sama berharganya saat wisuda di kampus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun