Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kontroversi Revisi KUHP

28 September 2019   07:37 Diperbarui: 28 September 2019   16:11 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kontroversi Revisi KUHP| Dokpri

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia adalah kodifikasi hukum pidana dari Wetboek van Strafrecht (WvS), kitab hukum pidana Belanda. Belanda sendiri butuh waktu sekitar 70 tahun untuk mengadopsinya dari hukum Perancis. Sementara hukum pidana Perancis berkiblat dari hukum Romawi.

KUHP Hindia Belanda berlaku sejak 1918. Pada saat Indonesia merdeka pada 1945, dilakukan pengesahan KUHP Hindia Belanda menjadi KUHP Indonesia untuk mengisi kekosongan hukum yang ada, diatur pada Pasal II mengenai Aturan Peralihan UUD 1945.

Apa saja isi dari KUHP warisan kolonial itu ? Terdiri dari dua buku. Buku kesatu berisikan asas-asas, berdasarkan pada doktrin dan perkembangan teori hukum. Buku kedua mengenai tindak pidana, terdiri dari 780-an pasal.

Urgensi Revisi KUHP?

Aturan hukum pidana yang berlaku selama ini merupakan hasil warisan dari pemerintah Hindia Belanda. Selama 74 tahun kemerdekaan RI yang berarti kedaulatan hukum, kita  ternyata tidak punya kebanggaan dalam hukum pidana. 

Oleh karena itu, revisi KUHP diperlukan untuk menyesuaikan dengan kondisi masyarakat Indonesia, yang mencerminkan nilai-nilai ideologi dan nilai sosio-kultural masyarakat Indonesia yang bercirikan serasi, selaras, dan seimbang seperti terkandung dalam Pancasila.

Prinsipnya KUHP bukanlah kitab suci. Kebutuhan untuk merevisi KUHP memang diperlukan. Konstitusi kita saja, UUD 1945 sudah empat kali diamandemen, tapi kita belum pernah merevisi KUHP. Ternyata jauh lebih susah merevisi KUHP daripada Undang-undang Dasar.

Hal itu karena perumusan substansi revisi KUHP yang diatur di dalamnya beraneka ragam dan sangat luas. Mengintegrasikan 780-an pasal dengan dua ratus UU sektoral dan isinya memuat sanksi pidana ke dalam KUHP. UU sektoral contohnya seperti UU Narkotika, UU Terorisme, UU Korupsi, UU Pencucian Uang, UU Perdagangan Manusia. Pengintegrasian tersebut tidaklah mudah karena beberapa UU saling tumpang tindih. Semua pertimbangan itu harus sinkron dan terintegrasi ke dalam KUHP.

Hal itu yang membuat pembahasannya tidak mudah, membutuhkan waktu lama. Membahas sedikitnya 700 pasal pada KUHP tidak bisa dilakukan gegabah dan tergesa-gesa.

Teori-teori, permasalahan, dan aspek-aspek sosio-kriminologis yang bertalian dengan pidana dan pemidanaan--penologi--bukan suatu masalah yang gampang dan mudah dipecahkan. 

Teori-teori pidana yang sampai sekarang masih diajarkan di fakultas-fakultas hukum di Indonesia masih falsafah barat, tidak berakar pada kultur bangsa Indonesia, dari sini akar masalahnya. Banyak teori telah diciptakan, banyak pula yang sulit diterapkan secara praktis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun