Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Menir Rene Alberts

14 November 2017   14:32 Diperbarui: 3 Desember 2019   20:12 1617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Robert Rene Albert (sumber:http://rakyatku.com/tag/psm-makassar)

Kompetisi musim ini sudah selesai dan artikel ini tak punya niat menggugat gelar juara Liga-1 2017 yang sukses diraih Bhayangkara FC, tim debutan. Terlepas dari momen krusial diakhir kompetisi yang sangat menganggu dan sangat memalukan.

Barangkali PSM Makassar memang belum pantas menjadi juara. PSM membentuk tim lebih kuat dari musim sebelumnya, itu betul. Skuad PSM di atas rata-rata tapi tetap bukan yang terbaik. Hamka Hamzah, Zulkifli Syukur, Riski Pellu, dan Ferdinand Sinaga adalah nama-nama berpengalaman di pentas sepakbola nasional yang bisa diandalkan, tapi sekaligus bisa juga dikatakan sudah melewati puncak performa.

Dibandingkan dengan pemain klub-klub yang mendominasi kompetisi beberapa tahun belakangan. Sebut saja Persib yang mendatangkan Michel Essien; Persipura Jayapura dengan sejumlah pemain bintang yang semakin matang;  Persija Jakarta yang bermaterikan pemain Timnas, kedalaman materi PSM tentu masih di bawah kualitas.

Di awal musim, sejumlah kelompok suporter sudah mulai berani bicara target juara. Saya sendiri tidak yakin, target juara masih proyek ambisius. PSM tidak lebih berstatus 'kuda hitam' yang siap menjegal 'kuda pacu' terdepan. Prediksi saya waktu itu PSM paling hebat di peringkat ke-3. Paling mungkin posisi 4 atau 5.

Faktanya pencapaian Juku Eja melebihi ekspektasi saya. 34 pertandingan yang dijalani selama kurang lebih 7 bulan, PSM sanggup menunjukkan konsistensi di papan atas bahkan sempat memimpin klasemen. Prestasi PSM berhasil membangkitkan harapan dan gairah baru suporter yang sudah lama hilang. Stadion Mattoanging yang beberapa tahun sepi musim ini sesak, tak lagi dapat menampung animo besar suporter yang merindukan tim kebanggannya kompetitif. Itulah karakter PSM sesungguhnya.

 ****

Tanpa bermaksud menyampingkan peran yang lain, sosok yang membuat PSM jauh lebih berkembang daripada sebelumnya, tak lain adalah pelatih Robert Rene Albert. Jika bukan Rene peracik taktik PSM, Hamka Hamzah dan rekan-rekan diyakini akan kedodoran menghadapi kerasnya Liga-1. Kita berbicara tentang pelatih kelas satu yang bisa diandalkan tanpa keraguan, dan Rene paling mendekati kriteria tersebut. Sejarah menunjukkan prestasi PSM lebih baik jika ditangani pelatih asing daripada pelatih lokal.

Pengurus dan suporter memang  sudah lama membidik dan menginginkan menir asal Belanda berusia 63 tersebut yang sukses bersama Arema Malang. Musim ini periode kedua Rene di Makassar, sebelumnya pernah membesut PSM pada 2010, tapi tidak tuntas karena saat itu Rene memilih mundur padahal PSM lagi berjaya di tengah kompetisi. Rene kecewa pada manajemen PSM yang beralih ke liga semi-profesional akibat dualisme PSSI kala itu, buntut politisasi sepakbola.

Penampilan berpakaian Rene cuek, gemar berkaos oblong -bercelana puntung; dan bertas pinggang. Ciri khas paling mudah dikenali adalah memakai topi bolong. Topi yang bukan sekadar gaya-gayaan tapi berfungsi melindungi lensa kacamata minus yang dipakainya. Rene contoh sosok yang mewakili karakter orang Belanda, lebih mengutamakan fungsionalitas. Mereka hanya berhasrat dengan sesuatu yang subtansial. Kalau penampilan buat mereka tidak penting, niet belangrijk.

Dalam visi sepakbola, Rene merancang konsep yang terukur. Mungkin bagi Rene sepakbola adalah kombinasi kompleks antara rencana matang dan spontanitas; antara aksi individu yang bebas namun saling pengertian yang teratur sebagai kesebelasan. Prinsip Rene itu diterjemahkan cukup baik di lapangan. Pemain dengan teknik oke seperti Wiljan Pluim, Mark Anthony Klok dapat menyatu dengan talenta-talenta muda binaan klub PSM; serta pemain nasional senior seperti Ferdinand Sinaga, Titus Bonai, Zulham Zamrun, dan Rizki Pellu. Komposisi yang kemudian diracik dengan ciamik oleh Rene, yang hasilnya kita sama-sama sudah menyaksikan bagaimana permainan PSM yang solid dan terorganisir. Kreatif ketika menyerang, dan cukup kuat tatkala menahan gempuran.

Belum berhasil memang mengikuti jejak senior menir Henk Wullems yang membawa PSM juara Liga 2000, tapi sosok Rene sudah terjanjur sangat dipuja suporter. Sudah semestinya PSM tak melepas pelatih jenius ini. Dia layak disebut pelatih terbaik di Liga Indonesia saat ini. dank u wel menir Rene.

Ewako PSM.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun