Mohon tunggu...
Andi Kurniawan
Andi Kurniawan Mohon Tunggu... Pejalan sunyi -

penjelajah hari, penjelajah hati

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Menyelamatkan 'Kami"

3 Mei 2015   20:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:25 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

'Kami' adalah kata yang dianaktirikan. Bagaimana tidak, meskipun keberadaannya diakui dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), namun seringkali terkalahkan oleh saudara kembarnya: kita. Jamak orang berbicara mengenai pandangan dirinya, yang kemudian menyatakannya dengan 'kita', padahal yang dimaksud adalah 'kami'. Apabila merujuk pada KBBI online, maka jelaslah bahwa kedua kata tersebut berbeda makna.

Arti kata 'kami' adalah:

kami/ka·mi/ pron 1 yg berbicara bersama dng orang lain (tidak termasuk yg diajak berbicara); yg menulis atas nama kelompok, tidak termasuk pembaca; 2 yg berbicara (digunakan oleh orang besar, msl raja); yg menulis (digunakan oleh penulis)

Sementara arti kata 'kita' adalah:
kita/ki·ta/ pron 1 pronomina persona pertama jamak, yg berbicara bersama dng orang lain termasuk yg diajak bicara; 2 cak saya;
-- orang cak kita;kekitaan/ke·ki·ta·an/ n 1 yg bersifat atau berciri kita; 2 kesatuan perasaan antara kita: fungsi ideologi membangun sikap ~; 3 sifat mementingkan kebersamaan dl menanggung suka duka (saling membantu, saling menolong, dsb)

Definisi lebih singkat mungkin dapat mengacu pada pelajaran jaman sekolah dahulu, yaitu 'kami' adalah kata ganti orang pertama jamak, sementara 'kita'  adalah kata ganti orang pertama dan kedua jamak. Ironisnya, penganaktirian kata 'kami' tersebut, seringkali diawali oleh niat baik untuk merengkuh perbedaan diantara berbagai pihak, sehingga semuanya terangkum dalam satu kesatuan. Kata 'kita' menjadi lebih dipilih karena nuansa inklusif yang dimiliki yang terkesan lebih ramah dibandingkan 'kami' yang terkesan eksklusif dan menonjolkan kelompok dan dirinya sendiri. Mungkin ini adalah salah satu ciri khas yang masih tertinggal dari masyarakat Indonesia atau khususnya Jawa yang cenderung tidak mau menonjolkan diri, mengikuti hal yang sama dengan orang banyak dan menafikan perbedaan.

Di sisi lain, ada kandungan gelap yang tersembunyi dalam kata 'kita', yaitu terjustifikasinya klaim-klaim golongan atau kelompok tertentu, yang kemudian di'kita'kan menjadi pandangan atau keputusan semua kelompok. Di sini, yang terjadi adalah semangat mematikan perbedaan dan memonopoli pendapat hanya pada satu kelompok tertentu. Tentu hal kedua ini seharusnya diminimalisir karena perbedaan adalah kenyataan yang harus kita terima dalam praktik berbangsa, bernegara, bahkan beragama.
Hal lain lagi, mungkin ada juga pihak-pihak yang tidak dapat membedakan arti kedua kata tersebut, sehingga hanya menggunakan kata yang lebih populer untuk digunakan. Mungkin juga hal ini terpengaruh oleh penutur berbahasa Inggris yang hanya mengenal satu kata untuk kedua kata tersebut, yaitu We, sehingga diterapkan hal yang sama pada bahasa Indonesia.
Apapun latar belakangnya, seharusnya kita merawat kekayaan kata bernama 'kami' ini, karena kalau tidak kita para penutur aslinya, siapa lagi yang akan peduli? Ataukah kita malahan justru akan memperkaya bahasa kita dengan bahasa prokem dan alay yang kian marak kita gunakan? Ya, semua terserah kita.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun