Mohon tunggu...
kristyawan Juli
kristyawan Juli Mohon Tunggu... Civil Engineer

If you don't Fight for what you want, Don't cry for what you've lost

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Witing Tresno Jalaran Ora Ono Liyo?

19 Januari 2016   14:28 Diperbarui: 19 Januari 2016   14:55 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mengutip peribahasa jawa yang sangat populer yang berkaitan dengan perjodohan dewasa ini, ada hal yang sangat unik dan sudah terjadi sejak lama di kalangan masyarakat jawa tengah bahwa ternyata hampir 80 % perkawinan yang terjadi sebelum tahun 1980 an adalah karena dijodohkan oleh orang tua masing –masing, entah dengan modus untuk mempererat hubungan persaudaraan dan pertemanan antar orang tua kedua mempelai, ataupun dengan modus  ekonomi ataupun hutang yang menghimpit salah satu keluarga mempelai yang memaksa harus “dibayar”  dengan cara menikahkan anaknya.

Satu hal yang memang masih menjadi faktor penentu juga adalah BIBIT,BEBET,BOBOT yang juga sedikit banyak mempengaruhi  pilihan orang tua untuk menikahkan anaknya, namun ternyata dari pandangan ada di tempat saya bahwa sampai saat ini kehidupan mereka  baik-baik saja (walaupun tidak semua) bahkan ada yang sampai mempunyai 2 istri dan mempunyai anak dari keduanya dan mampu menjalani hidup sampai anak anaknya menikah dan punya cucu.

Ada hal menarik yang bisa dipetik dari falsafah yang mereka anut bahwa sebenarnya Cinta itu bisa tumbuh kapan saja, tidak harus saat pacaran, tidak harus saat muda, dan itulah mungkin makna Filosofi dari Witing tresno Jalaran Soko Kulino yang mereka yakini dengan hati walaupun calon istri atau suaminya adalah pilihan orangtuanya namun nyatanya memang tidak ada orang tua jaman dahulu  yang ingin memjerumuskan anaknya dengan menikahkannya dengan orang yang salah, mungkin sebagian orang tidak setuju dengan opini ini

namun satu hal yang pasti bahwa kadang budaya atau filosofi jawa yang sekarang sebagian orang dianggap sesuatu yang kuno, sesuatu yang sudah tidak relevan dengan perkembangan jaman, namun nyatanya bahwa kehidupan berumah tangga orang dahulu jauh lebih bersahaja, mungkin  karena di keseharianya masih memegang teguh budaya yang diturunkan oleh orang-orang tua pada jamannya. Namun sekarang mungkin semakin banyak yang memandang itu hanyalah filosofi untuk orang kuno yang tidak pas jika diterapkan jaman sekarang.

Belajar dari istilah tersebut sebenarnya berlaku tidak hanya dalam masalah perjodohan, ada kalanya masalah pekerjaaan juga membutuhkan filosofi tersebut. Inti dari Filosofi diatas adalah bahwa semua unsur  ( cinta, pekerjaan, pertemanan, rumah tangga) dalam kehidupan membutuhkan Proses dan waktu untuk menuju ke tujuannya dan satu hal yang diajarkan adalah anda harus sabar dan tekun dalam meniti proses itu karena hasil yang baik selalu diikuti dengan proses yang baik

“Witing Tresno Jalaran seko kulino” adalah filsafah bahwa sesuatu yang dibarengi ketekunan dan kesabaran serta konsisten akan menuntun anda menuju hal hal yang terindah yang anda impikan, namun jangan sampai karena ketidak konsistenan anda akan menggiring anda menuju filosofi baru “Witing Tresno Jalaran ora ono liyo “ , semoga.....................

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun