Sinema Horor Lokal yang Naik Kelas
Sejak menit pertama, film ini sudah memamerkan kualitas teknis yang mumpuni. Pengambilan gambar yang kelam tapi indah, desain suara yang efektif, hingga musik latar yang bikin bulu kuduk berdiri - semua diracik dengan presisi. Tidak ada horor instan atau gimmick murahan. Ketegangan tumbuh perlahan, tapi konsisten.
Gaya penceritaan Randolph Zaini terasa segar. Ia tidak hanya menakut-nakuti penonton, tapi juga mengajak mereka masuk ke dunia karakter. Atmosfer yang dibangun mengingatkan pada horor indie luar negeri, di mana drama psikologis dan misteri menjadi bahan bakar utama. Di titik inilah Film Dia Bukan Ibu terasa berani tampil beda dibanding kebanyakan horor Indonesia.
Dan tentu, kualitas akting para pemain memberi nyawa. Artika Sari Devi mencuri perhatian dengan perannya sebagai Yanti. Tatapan matanya, senyum tipisnya, hingga letupan emosinya mampu membuat penonton merinding sekaligus iba.
Aurora Ribero dan Ali Fikry pun bermain apik sebagai kakak-beradik yang terseret dalam teror domestik. Mereka bukan sekadar figuran untuk horor, tapi benar-benar membawa emosi penonton ke dalam rasa takut, marah, sekaligus putus asa.
Tak heran jika film ini mendapat apresiasi tinggi dari kritikus maupun penonton. IMDb mencatat rating 7,7/10, sementara secara pribadi saya menilainya 4,0/5,0. Angka itu bukan sekadar catatan, melainkan bukti bahwa Film Dia Bukan Ibu berhasil melampaui ekspektasi banyak orang.
Film Dia Bukan Ibu adalah horor keluarga yang berhasil meninggalkan bekas. Ia menawarkan ketegangan, menghadirkan trauma, sekaligus memberikan refleksi. Film ini menunjukkan bahwa horor Indonesia bisa naik kelas tanpa kehilangan identitas, asalkan digarap dengan niat, kedalaman, dan keberanian untuk berbeda.
Sebagai sebuah karya, film ini seram sekaligus menyentuh, mencekam namun juga bermakna. Ia membuktikan bahwa horor bisa lebih dari sekadar tontonan; ia bisa menjadi pengalaman yang melekat lama dalam ingatan. Dan mungkin, justru di situlah letak horor sejati - ketika kita sadar bahwa teror terbesar bisa lahir dari orang yang paling kita cintai.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI