NATAL BUKAN TENTANG PENOLAKAN DAN KESEDERHANAAN
Jika saya diminta memilih merayakan Natal atau Paskah, maka saya jauh memaknai kematian dan kebangkitan Yesus sebagai buah iman. Namun tanpa ada kelahiran maka tidak ada kematian dan kebangkitan.
Sebenarnya saya agak miris mendengarkan kotbah-kotbah sepanjang natal dari tahun ke tahun dengan mengusung tema kesederhanaan, penolakan, kemiskinan dan terang. Yuuk kita memahami cerita kelahiran Yesus yang ditulis oleh Lukas.
1. Sensus
Kaisar Agustus melakukan sensus penduduk, sehingga orang berbondong-bondong pulang kampung untuk mendaftarkan diri. Apa yang dilakukan Kaisar Agustus sebuah tindakan yang cerdas, siapa yang memiliki data, dialah yang mampu menguasai dunia ini. Data tidak hanya untuk membebani masyarakat dengan pajak, data juga untuk mengukur kekuatan suatu bangsa. Kemajuan teknologi yang berkaitan dengan data mampu membangun kecerdasan buatan yang berdampak pada: penciptaan produk yang lebih cerdas, menawarkan layanan yang lebih cerdas dan meningkatkan proses bisnis internal.
2. Perencanaan
Apa yang dilakukan Yusuf dan Maria merupakan bentuk ketidakmampuan mereka membuat perencanaan yang dibarengi dengan mitigasi risiko. Perjalanan mereka sekitar 120 km dengan kondisi Maria sedang hamil tua. Mereka juga tidak memiliki keberanian memilih alternatif lain misalnya saja, jika Yusuf saja yang pulang dengan alasan istrinya sedang melahirkan. Perencanaan yang tidak matang berdampak pada tidak adanya tempat tinggal buat mereka, itulah yang disebut konsekuensi logis atas langkah tindakan yang tidak menggunakan strategi (Lukas 14:28-35).
3. Penolakan
Banyak cerita bahwa Yusuf dan Maria ditolak di berbagai penginapan berdasarkan bacaan di Lukas 2. Ian Paul mengungkapkan tidak sependapat dengan terjemahan atau tafsiran kisah Injil yang mengatakan Yusuf dan Maria ditolak dari rumah penginapan yang penuh sesak dan karena itu terpaksa mencari persinggahan di sebuah kandang menyedihkan tempat Yesus dilahirkan.
Kisah yang demikian itu  tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan budaya zaman itu. Ia mengatakan, munculnya versi kisah yang demikian karena ada kekeliruan penerjemahan kata "Kataluma" dari bahasa Yunani Kuno. Kataluma keliru diterjemahkan menjadi tempat penginapan. Padahal arti yang lebih pas adalah ruang tamu.Â
Menurutnya, ketika Yusuf dan Maria tiba di tempat kerabat mereka di Betlehem, ruang tamu sudah penuh, karena mereka datang terlambat dibanding kerabat yang lain. Itu sebabnya pasangan itu tidak ditempatkan di kataluma yang sudah penuh melainkan di ruang keluarga. Di sanalah mereka berada bersama-sama dengan tuan rumah.