Pernahkah kamu membayangkan dunia di mana teknologi mesin tak hanya membantu kita dalam menciptakan sesuatu, tetapi juga berpikir layaknya manusia? Dulu, kita berpikir bahwa itu sekedar fiksi, namun kini kekuatan transformatiflah yang mengubah cara kita berpikir dan bekerja sekarang. Namun di balik kemudahan dan efisiensi yang di tawarkan oleh AI, kemajuan kecerdasan buatan ini membawa tantangan dan risiko baru yang tak bisa diabaikan, hadirnya kecerdasan buatan untuk menolong kita justru semakin lama semakin mendorong kita ke dalam ketergantungan, sehingga tanpa kita sadari, hal ini mampu mengikis kemampuan kita dalam berpikir kritis. Lebih dari itu, kita baru-baru saja dikejutkan oleh berita tragis di mana seorang remaja berumur 14 tahun yang berasal dari Amerika harus menghabiskan nyawanya sendiri akibat mengikuti tuntunan dari Chatbot AI. Kasus-kasus ini hadir sebagai bukti AI dan teknologi lainnya bukanlah hal yang sempurna, dan oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami eksistensi AI secara keseluruhan.
 Â
 Sebelumnya, kita harus memahami arti mendasar dari teknologi ini. Artificial Intilligence merupakan cabang dari ilmu komputer, dimana mekanisme ini hadir untuk memecahkan masalah melalui mesin cerdas yang berpikir layaknya manusia. Konsep AI pertama kali muncul pada tahun 1950-an dimana ini masih berfokus dalam dasar pemecahan masalah dan logika, hingga pada tahun ini, AI berhasil memahami permodelannya dan algoritmanya sehingga kita dapat melihat hasilnya seperti ChatGPT, Gemini, Character AI, dan lain-lain. AI memiliki banyak jenis, dan cara kerjanya yang berbeda-beda. Salah satunya ada AI yang hanya mampu merespons sesuatu seperti sistem Deep Blue yang jago bermain catur, lalu ada AI yang semakin banyak data yang diberikan, maka ia akan semakin pintar, contohnya ketika kita ingin menonton sesuatu di Netflix atau Youtube, maka sistem ini akan otomatis memberikan kita rekomendasi film atau video yang akan kita tonton. Selanjutnya, ada pula AI yang cara kerjanya mirip seperti manusia, yaitu Deep Learning yang mampu mengenal wajah kita ataupun menerjemahkan bahasa, selain itu, tak kalah penting dengan kehadiran metode Natural Learning Processing (NLP) yang sering kita gunakan dalam gawai kita, yaitu kemampuan AI untuk memahami bahasa sederhana manusia dan merespons layaknya berbicara seperti manusia: Google Assistent, Siri, Chatbot.
  Ketika kita menjelajahi AI secara mendalam, kita dapat menemukan banyak sekali manfaat dari berbagai bidang yang tak bisa disebutkan satu per satu, diantaranya ialah AI dalam bidang kesehatan, dimana ia bisa mendiagnosis penyakit dari gambar medis seperti Rontgen atau MRI dan AI juga mampu mengembangkan sebuah obat, bahkan melakukan operasi robotik yang saat ini masih pada tahap perkembangan. Pada bidang transportasi, AI digunakan dalam pengembangan mobil otonom (self-driving), lalu dalam bidang pendidikan, AI dapat memberikan murid-murid dan guru pengalam baru dalam proses pembelajaran berbasis AI seperti: Tutor AI, Automaton Assistment. Dan lebih dekat lagi, kita dapat menemukan AI sebagai media hiburan, dimana AI sanggup hadir dalam pengembangan game melalui karakter-karakter Ainya yang unik, serta personifikasinya dalam membuat konten seperti musik maupun video-video.
 Namun dibalik teknologi yang memanjakan kita, kecerdasan buatan ini tak luput dari tantangan dan risikonya. Perubahan yang hadir dalam sistem AI setiap tahun mampu menimbulkan dampak pada pekerjaan manusia, berdasarkan data dari sumber RRI.com dan Belajarlagi.id, ada beberapa pekerjaan manusia akan digantikan oleh AI di masa depan, seperti: Kasir, Desainer Grafis, Ilustrator, Penerjemah Bahasa, Customer Service, dan masih banyak lagi. Sisi gelap AI mampu mengancam kita melalui privasi dan keamanan data, dengan bagaimana AI bisa memutuskan suatu perintah sehingga dapat mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak jika tidak berhati-hati.
Perlu dicatat bahwa fokus utama kita pada saat ini ialah bagaimana kita dapat menemukan keseimbangan itu sendiri? Pada dasarnya kita sebagai manusia masih perlu bantuan sesama dengan melakukan pendekatan komprehensif, saat ini manusia harus memiliki inisiatif untuk tetap melestarikan nilai-nilai alami manusia di dalam sistem dan kurikulum pendidikan yang bersifat bijak, kolaboratif dan efisien. Lalu pada profesi pekerjaan, lapangan kerja harus diciptakan untuk menghargai dan memanfaatkan sumber daya manusia yang ada dengan membawa AI sebagai ide cadangan dan bukan sebagai pelaku pekerja utama. Pemerintah dan masyarakat ikut berperan aktif dalam mengedukasi tentang potensi dan risiko AI dengan bijak, terutama kepada anak-anak, sebagai manusia, kita juga perlu mengembangkan kemampuan kita secara berkelanjutan, manusia harus tetap belajar dan mengembangkan kemampuan diri dalam beradaptasi di era modernisasi saat ini dan di masa yang akan datang.
 Saat kita melangkah lebih dalam sembari mencari keseimbangan dalam teknologi AI ini, kita dapat menemukan pertanyaan filosofis yang tersembunyi: Siapakah yang memegang kendali atas semua ini? Apakah kita sebagai manusia akan sanggup menghadapi risiko dari apa yang kita ciptakan? Singkatnya, dalam konteks ini manusia masih memegang kendali atas teknologi AI, meskipun kita yang menciptakan dan AI mampu membuat sebuah keputusan, namun AI tidak memiliki kesadaran diri atau kehendak dan perasaan seperti manusia, tetapi perlu diakui bahwa semakin maju perkembangan yang ada, potensi AI yang menyamai kecerdasan manusia membuat batasan antara manusia dengan teknologi AI semakin kabur dan kompleks. Oleh karena itu kendali kita sebagai manusia tidak bisa dianggap sebelah mata, kita perlu terus mengembangkan dan menerapkan mekanisme pengawasan dan pengendalian yang kuat untuk memastikan bahwa AI digunakan secara etis, dan bertanggungjawab.
 Menyaksikan fajar pemahaman, kita menyadari bahwa teknologi tak akan hilang dalam peradaban manusia sekecil apa pun itu, eksisnya teknologi AI ini harus disambut sebagai jembatan keseimbangan antara manusia dan mesin, manusia harus paham betul tujuan ia memakai AI dalam kehidupan sehari hari tanpa menghilangkan nilai-nilai alami manusia. Sebab di setiap teknologi yang kita ciptakan, pasti akan ada tantangan dan risiko di dalamnya, dan manusia harus mampu beradaptasi dan mampu berkolaborasi sebagai bentuk keseimbangan dalam kehidupan agar tidak menciptakan kerusakan esensi manusia itu sendiri dimasa sekarang maupun di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA:
https://www.ibm.com/id-id/topics/artificial-intelligence