Drama adalah bentuk seni yang mencerminkan kehidupan manusia melalui dialog dan tindakan di atas panggung. Ia tidak hanya hiburan, tetapi juga sarana untuk memahami perasaan dan nilai sosial. Sejak zaman Yunani kuno hingga era modern, drama terus mengalami perkembangan bentuk dan makna. Perubahan itu menunjukkan bahwa manusia selalu mencari cara untuk mengekspresikan gagasan dan emosinya.
Awal mula drama lahir di Yunani sekitar abad ke-6 sebelum Masehi. Pada masa itu, masyarakat mengadakan upacara untuk menghormati Dewa Dionysus. Dari ritual tersebut muncul nyanyian paduan suara yang disebut dithyramb. Thespis kemudian memperkenalkan peran tunggal yang berdialog dengan paduan suara. Langkah ini menjadi titik awal munculnya struktur drama seperti yang dikenal sekarang.
Tiga jenis drama berkembang pada masa Yunani kuno, yaitu tragedi, komedi, dan satyr play. Tragedi menggambarkan penderitaan dan konflik moral manusia. Komedi menampilkan kritik sosial dengan cara yang lucu dan ringan. Sementara *satyr play* berisi kisah mitologi yang disajikan dengan unsur humor. Tokoh seperti Aeschylus, Sophocles, dan Euripides menjadi pelopor drama klasik dunia.
Bangsa Romawi kemudian mengambil banyak unsur dari drama Yunani. Mereka menambahkan gaya pertunjukan yang lebih megah dan mudah dipahami rakyat. Drama Romawi berkembang menjadi hiburan publik yang sering dipentaskan di arena terbuka. Namun, ketika Kekaisaran Romawi runtuh, seni teater sempat mengalami kemunduran. Pada masa itu, drama berubah menjadi media penyampai pesan keagamaan di lingkungan gereja.
Abad pertengahan ditandai dengan munculnya drama liturgi yang berisi kisah Alkitab. Drama seperti mystery play dan morality play dipentaskan untuk mengajarkan nilai moral kepada masyarakat. Pertunjukan biasanya dilakukan di luar gereja menggunakan panggung keliling. Bentuk ini membuat drama lebih dekat dengan kehidupan rakyat. Dari sinilah drama kembali menjadi bagian penting dalam budaya masyarakat Eropa.
Ketika memasuki masa Renaissance, seni drama mengalami kebangkitan besar. Masyarakat mulai menaruh perhatian pada karya sastra klasik dan nilai kemanusiaan. Di Italia muncul Commedia dell'Arte dengan gaya improvisasi dan karakter tetap. Di Inggris, William Shakespeare menghadirkan kisah yang memadukan tragedi dan komedi secara indah. Pada masa ini, panggung teater juga semakin berkembang dengan dekorasi dan pencahayaan yang realistis.
Abad ke-18 dan ke-19 menjadi masa munculnya aliran romantik dan realisme. Romantisisme menonjolkan kebebasan dan perasaan manusia yang mendalam. Sementara realisme berusaha menggambarkan kehidupan sehari-hari secara jujur dan apa adanya. Tokoh seperti Henrik Ibsen dan Anton Chekhov memperkenalkan drama yang membahas masalah sosial dan psikologis. Karya mereka mengubah pandangan masyarakat tentang fungsi seni teater.
Memasuki abad ke-20, drama berkembang dalam berbagai bentuk baru. Muncul teater simbolis, ekspresionis, dan absurdis yang menantang cara berpikir penonton. Sutradara seperti Bertolt Brecht menciptakan teater epik yang mendorong penonton untuk berpikir kritis. Bentuk drama tidak lagi sekadar hiburan, tetapi juga alat untuk menyampaikan gagasan sosial dan politik.
Kini, drama tidak hanya hidup di panggung teater, tetapi juga di layar film dan media digital. Teknologi membuat cerita dramatik lebih mudah menjangkau masyarakat luas. Namun, esensi drama tetap sama, yaitu menggambarkan konflik dan perjalanan batin manusia. Dari altar Yunani kuno hingga layar gawai modern, drama terus berevolusi tanpa kehilangan jiwanya.
Sejarah drama menunjukkan betapa kuatnya keinginan manusia untuk memahami kehidupan melalui cerita. Ia menjadi saksi perubahan zaman sekaligus penghubung antara masa lalu dan masa kini. Meskipun bentuknya berubah, tujuan drama tetap sama: menampilkan sisi terdalam dari kehidupan manusia. Selama manusia masih memiliki cerita, drama akan terus hidup dan berkembang di setiap generasi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI