Program "barak militer" yang dibuat oleh Kang Dedi Mulyadi (KDM) untuk anak-anak yang dianggap "nakal" telah menarik perhatian publik. Inisiatif ini menawarkan pendekatan disiplin yang ketat, menyerupai pelatihan militer, dengan tujuan mendidik kembali anak-anak yang bermasalah. Artikel ini akan mengupas efek dari program tersebut dan menganalisisnya dari pandangan psikologi pendidikan, khususnya melalui pandangan teori behaviorisme dan psikologi humanistik.
Pendekatan Behaviorisme: Hukuman dan Penguatan
Dari sudut pandang behaviorisme, program barak militer ini bekerja berdasarkan prinsip hukuman dan penguatan. Teori ini, yang dipelopori oleh tokoh seperti B.F. Skinner, berpendapat bahwa perilaku dapat dibentuk melalui konsekuensi.
1. Hukuman: Anak-anak yang dianggap nakal dikenai hukuman fisik (misalnya, push-up, lari) dan psikologis (isolasi, teguran keras) sebagai konsekuensi atas perilaku mereka. Tujuannya adalah untuk menghilangkan perilaku buruk dengan menciptakan hubungan negatif. Dalam jangka pendek, ini mungkin efektif.
2. Penguatan: Program ini juga menggunakan penguatan positif (pujian, pengakuan) ketika anak-anak menunjukkan perilaku yang diinginkan, seperti disiplin, kekompakan, atau kepatuhan. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan perilaku baik tersebut.
Meskipun demikian, psikologi modern berpendapat bahwa hukuman fisik atau intimidasi memiliki keterbatasan. Hukuman dapat menekan perilaku yang tidak diinginkan untuk sementara, tetapi tidak mengajarkan perilaku yang benar atau memecahkan akar masalahnya. Anak-anak mungkin hanya patuh karena takut, bukan karena menerapkan nilai-nilai disiplin.
Pendekatan Humanistik: Kebutuhan Dasar dan Potensi Diri
Berbeda dengan behaviorisme, psikologi humanistik, yang dikembangkan oleh tokoh seperti Carl Rogers dan Abraham Maslow, menekankan pada potensi diri dan pemenuhan kebutuhan dasar.
1. Tingkatan Kebutuhan Maslow: Program barak militer ini mungkin mengabaikan kebutuhan psikologis penting. Pada level dasar, program ini memenuhi kebutuhan fisiologis (makan, istirahat) dan keamanan (terhindar dari bahaya). Namun, ia berisiko mengabaikan kebutuhan yang lebih tinggi, seperti rasa memiliki dan dicintai, serta penghargaan diri.
2. Dampak Jangka Panjang: Ketika anak-anak merasa dikontrol secara ketat dan tidak mendapatkan dukungan emosional, mereka dapat mengembangkan kecemasan dan rasa rendah diri. Alih-alih memperbaiki perilaku, program ini berpotensi merusak kesehatan mental dan rasa percaya diri mereka.